Sumber foto: iStock

Fakta Mengejutkan! 80% Anak Indonesia Kehilangan Sosok Ayah, Ini Dampak Seriusnya untuk Masa Depan

Tanggal: 17 Mei 2025 15:14 wib.
Di balik wajah ceria anak-anak Indonesia, tersembunyi kenyataan pahit yang perlu segera disoroti: sebagian besar dari mereka tumbuh tanpa kehadiran dan peran aktif dari sosok ayah. Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji, mengungkapkan bahwa sekitar 80 persen anak Indonesia mengalami kondisi fatherless, yakni tumbuh tanpa keterlibatan emosional dan fisik dari ayah dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Fenomena ini bukan hanya persoalan keluarga, melainkan telah menjadi isu sosial yang berdampak luas terhadap pembentukan karakter dan masa depan generasi muda.

Ayah yang Terlalu Sibuk, Anak Kehilangan Figur Penting

Dalam struktur keluarga tradisional di Indonesia, ayah sering dianggap sebagai tulang punggung ekonomi. Stigma ini membentuk persepsi bahwa tugas utama ayah adalah bekerja mencari nafkah, sedangkan pengasuhan anak menjadi tanggung jawab ibu. Sayangnya, peran finansial semata tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan emosional dan psikologis seorang anak.

Wihaji menyampaikan bahwa banyak anak hanya melihat ayahnya sebagai "mesin uang". Ayah hadir ketika membayar SPP, uang saku, atau uang kos, tetapi nyaris tak ada dalam aspek lain kehidupan anak. "Hari ini anak-anak kehilangan figur ayah. Sebagian besar lebih dekat ke ibunya, karena ayah terlalu sibuk untuk hadir," ujar Wihaji seperti dikutip dari detikcom (6 Mei 2025).

Risiko Fatherless: Lebih dari Sekadar Rindu Sosok Ayah

Ketidakhadiran ayah bukan sekadar masalah fisik, tapi juga psikis. Wihaji mengingatkan bahwa kondisi ini sangat tidak ideal untuk perkembangan anak. Salah satu dampaknya adalah pembentukan karakter yang lemah. Anak yang kurang mendapat figur ayah rentan menjadi bagian dari "generasi stroberi", istilah yang merujuk pada generasi yang tampak menarik di luar, tetapi rapuh di dalam.

Selain itu, Wihaji juga menekankan pentingnya figur ayah dalam membentuk jiwa kepemimpinan (leadership) anak. Ketika anak tidak memiliki sosok panutan di rumah, mereka cenderung mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan, memiliki rasa percaya diri rendah, dan sulit menghadapi tekanan sosial.

Ajakan Kembali Terlibat: Hadir Meski Hanya Sejenak

Sebagai solusi, Wihaji mendorong para ayah untuk mulai hadir dan berpartisipasi aktif dalam kehidupan anak-anaknya. Tidak perlu waktu berjam-jam; cukup 30 menit hingga 1 jam setiap hari bisa memberikan dampak yang sangat besar. Yang penting adalah kualitas interaksi dan komunikasi emosional yang terjalin.

"Kalau ayah hanya fokus mencari uang, maka selamanya akan terasa kurang. Tapi masa depan anak jauh lebih penting," ujarnya tegas. Kehadiran ayah yang penuh kasih dan perhatian mampu menciptakan rasa aman, percaya diri, dan kestabilan emosional dalam diri anak.

Bukti Ilmiah: Keterlibatan Ayah Penting untuk Otak Anak

Berbagai penelitian mendukung pernyataan Wihaji. Studi psikologi menunjukkan bahwa kehadiran ayah dalam pengasuhan berperan besar dalam membentuk kepribadian, kecerdasan emosional, dan daya pikir anak. Anak-anak yang tumbuh tanpa figur ayah berisiko mengalami rendah diri, prestasi akademis yang buruk, serta kesulitan menjalin hubungan sosial yang sehat.

Sebuah penelitian di Inggris bahkan mengungkap bahwa anak-anak yang diasuh oleh kedua orang tuanya, termasuk ayah, tumbuh dengan kecerdasan kognitif yang lebih baik. Interaksi sehari-hari dengan ayah membantu mengembangkan kemampuan bahasa, logika, dan problem solving anak.

Tak hanya itu, studi lain juga membuktikan bahwa anak yang tidak mendapat perhatian dari ayah lebih rentan terhadap perilaku menyimpang, termasuk kenakalan remaja, kecanduan, dan gangguan emosional.

Mitos "Ayah Tidak Pandai Mengasuh" Harus Dihapuskan

Salah satu alasan mengapa banyak ayah merasa tidak perlu atau tidak mampu terlibat dalam pengasuhan adalah karena anggapan bahwa mereka tidak sebaik ibu dalam merawat anak. Ini adalah mitos yang sudah saatnya ditinggalkan. Fakta menunjukkan bahwa ketika ayah diberi ruang dan kesempatan, mereka bisa menjadi pengasuh yang luar biasa.

Ayah bisa menjadi teman bermain, tempat bercerita, bahkan penasihat yang memberi nilai-nilai hidup. Keterlibatan ayah juga membantu membentuk pola pikir yang seimbang dalam diri anak, antara logika dan empati.

Peran Negara dan Masyarakat dalam Mengatasi Krisis Fatherless

Kondisi fatherless ini tidak bisa hanya dibebankan pada keluarga semata. Pemerintah dan masyarakat perlu mendorong perubahan budaya dalam pola asuh keluarga. Kebijakan kerja yang lebih fleksibel untuk ayah, edukasi tentang pentingnya parenting bagi laki-laki, serta kampanye kesadaran publik adalah langkah-langkah strategis yang perlu diambil.

Sekolah dan lembaga pendidikan juga bisa berperan dengan melibatkan orang tua secara aktif dalam kegiatan anak. Menyediakan ruang diskusi dan pelatihan parenting bagi ayah juga bisa menjadi solusi jangka panjang.

Kesimpulan: Hadirnya Ayah adalah Investasi Masa Depan Anak

Kehadiran ayah bukan hanya tentang hadir secara fisik, tetapi juga emosional. Anak-anak membutuhkan kehangatan, dukungan, dan bimbingan dari kedua orang tuanya agar bisa tumbuh menjadi pribadi yang kuat, cerdas, dan seimbang secara emosional.

Jika 80 persen anak di negeri ini tumbuh tanpa sosok ayah yang aktif, maka sudah waktunya kita bergerak bersama. Jadikan rumah sebagai ruang berbagi kasih, bukan hanya tempat berteduh. Karena masa depan bangsa ini dimulai dari ayah yang pulang lebih awal untuk mendengar cerita sederhana anaknya hari ini.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved