Sumber foto: Canva

Fakta Ilmiah di Balik Warna dan Bau Kotoran Manusia

Tanggal: 11 Agu 2025 09:21 wib.
Meskipun sering dianggap tabu, kotoran manusia sebenarnya menyimpan banyak informasi penting tentang kondisi kesehatan kita. Warna, bau, dan konsistensi kotoran bukan sekadar hasil dari proses pencernaan, melainkan cerminan dari apa yang kita makan, bagaimana tubuh memprosesnya, dan bahkan tanda-tanda adanya masalah internal. Memahami fakta-fakta ilmiah di balik karakteristik kotoran bisa menjadi cara sederhana untuk memantau kesehatan pencernaan.

Warna Kotoran: Cerminan Proses Pencernaan

Warna kotoran yang normal adalah cokelat. Warna ini berasal dari empedu, cairan yang diproduksi oleh hati dan disimpan di kantung empedu. Empedu mengandung pigmen yang disebut bilirubin, yang merupakan produk sisa dari pemecahan sel darah merah. Bilirubin inilah yang memberikan warna kekuningan pada empedu. Saat empedu masuk ke usus kecil dan kemudian ke usus besar, bakteri di usus mengubahnya menjadi sterkobilin, senyawa yang memberikan warna cokelat khas pada kotoran.

Namun, warna kotoran bisa bervariasi dan memberikan petunjuk berbeda:

Hijau: Kotoran berwarna hijau seringkali disebabkan oleh makanan yang kaya klorofil (seperti sayuran hijau), zat besi, atau karena makanan melewati usus terlalu cepat. Ketika makanan bergerak terlalu cepat, empedu tidak punya cukup waktu untuk dipecah menjadi sterkobilin.

Kuning: Kotoran kuning bisa jadi tanda kelebihan lemak. Ini bisa disebabkan oleh sindrom malabsorpsi, di mana usus tidak menyerap nutrisi dengan baik. Bisa juga karena kekurangan enzim tertentu yang membantu pencernaan.

Merah: Makanan berwarna merah seperti buah bit, jelly, atau minuman dengan pewarna merah bisa menjadi penyebabnya. Namun, kotoran merah juga bisa menjadi tanda adanya darah di saluran pencernaan bagian bawah, seperti wasir atau pendarahan di usus.

Hitam: Makanan seperti licorice hitam atau suplemen zat besi bisa membuat kotoran berwarna hitam. Akan tetapi, kotoran hitam seperti aspal juga bisa menjadi tanda pendarahan di saluran pencernaan bagian atas, seperti lambung atau usus kecil, yang darahnya sudah tercerna.

Pucat atau Putih: Warna ini sangat penting untuk diperhatikan karena bisa mengindikasikan masalah pada hati atau kantung empedu. Kekurangan empedu, yang seharusnya memberi warna cokelat, membuat kotoran menjadi pucat. Ini bisa jadi pertanda adanya sumbatan pada saluran empedu.

Bau Kotoran: Hasil dari Aktivitas Bakteri

Bau kotoran yang menyengat sebenarnya adalah hal yang wajar. Bau ini bukan berasal dari makanan itu sendiri, melainkan dari aktivitas bakteri di usus besar. Bakteri ini mencerna sisa makanan dan menghasilkan gas serta senyawa kimia tertentu. Beberapa senyawa yang paling bertanggung jawab atas bau tidak sedap adalah indol, skatol, dan hidrogen sulfida.

Namun, bau kotoran juga bisa berubah dan menjadi petunjuk:

Bau Terlalu Busuk atau Tengik: Bau yang sangat kuat dan tidak biasa bisa menjadi tanda adanya infeksi bakteri, gangguan pencernaan, atau sindrom malabsorpsi (misalnya, intoleransi laktosa) di mana tubuh tidak bisa mencerna lemak atau karbohidrat dengan baik.

Bau Manis atau Asam: Bau seperti ini bisa jadi tanda fermentasi karbohidrat yang tidak tercerna dengan baik.

Konsistensi dan Frekuensi: Cerminan Kesehatan Usus

Selain warna dan bau, konsistensi kotoran juga penting untuk diperhatikan. Ahli medis menggunakan Skala Kotoran Bristol sebagai alat bantu untuk mengklasifikasi bentuk kotoran, dari tipe 1 (keras dan berbutir) hingga tipe 7 (cair). Kotoran yang sehat dan ideal biasanya berada di tipe 3 atau 4, yang berbentuk seperti sosis dan mulus.

Frekuensi buang air besar juga bervariasi pada setiap orang, dari beberapa kali sehari hingga beberapa kali seminggu. Yang terpenting adalah pola yang konsisten. Perubahan pola yang drastis, seperti tiba-tiba diare atau sembelit yang berkepanjangan, bisa menjadi tanda masalah.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved