DPR Usulkan Pengecualian dan Klasifikasi Sekolah Swasta Premium untuk Program Pendidikan Gratis
Tanggal: 1 Jun 2025 10:22 wib.
Jakarta, Tampang.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan adanya pengecualian dan klasifikasi terhadap sekolah swasta premium dalam implementasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXIII/2025 yang memutuskan pendidikan dasar di sekolah negeri dan swasta harus gratis. Usulan ini muncul mengingat adanya sekolah swasta yang menawarkan layanan pendidikan dengan biaya lebih tinggi karena kualitas dan fasilitas premium.
Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, menjelaskan bahwa ada sekolah swasta yang memang hadir untuk mengisi kekosongan di mana pemerintah belum sepenuhnya hadir. Namun, ada pula sekolah swasta yang secara sengaja menawarkan pelayanan premium atau khusus. "Ada sekolah-sekolah swasta yang betul-betul ada karena tidak bisa pemerintah hadir di sana, jadi mereka betul-betul mengisi kekosongan. Tapi ada juga sekolah swasta yang memberikan pelayanan premium atau pelayanan khusus," ujar Hetifah.
Menurut Hetifah, sekolah swasta premium tersebut menarik biaya yang lebih mahal dari orang tua siswa karena kualitas dan fasilitas yang ditawarkan. Banyak orang tua yang memang sengaja menyekolahkan anaknya di sekolah swasta premium untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang lebih baik. Oleh karena itu, tidak mungkin jika sekolah-sekolah swasta tersebut juga digratiskan pemerintah. "Jadi kan itu tidak mungkin (digratiskan)," tegas Hetifah.
Senada dengan Hetifah, Wakil Ketua Komisi X DPR My Esti Wijayanti juga mengatakan bahwa banyak sekolah swasta di Indonesia yang memiliki fasilitas lengkap dengan tenaga pengajar yang mahal. "Kita harus objektif. Ada sekolah swasta yang memang memiliki segmen pasar khusus dan menjalankan misi pendidikan yang lebih kompleks, termasuk dengan tenaga pengajar yang lebih mahal dan fasilitas yang menunjang mutu tinggi," ujar Esti dalam keterangannya.
Melihat persoalan tersebut, Esti mendorong pemerintah untuk segera menyusun klasifikasi terhadap sekolah swasta mana saja yang akan dibiayai negara. Ia menekankan pentingnya klasifikasi ini agar kebijakan pendidikan yang akan diterapkan tepat sasaran dan mengacu pada kondisi masing-masing sekolah swasta. "Jadi perlu ada pemahaman dan kebebasan untuk sekolah-sekolah swasta mandiri. Karena pasti ada sekolah yang tidak bersedia sebab dengan kemandiriannya, mereka mampu menghadirkan harapan sekolah berkualitas," ujar Esti.
Kendati demikian, Esti menegaskan bahwa pendidikan dasar sembilan tahun harus dirasakan oleh seluruh warga Indonesia, karena merupakan amanat konstitusi. "Negara memang berkewajiban hadir, terutama bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu yang terpaksa mengakses pendidikan swasta akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu. Hal ini mengindikasikan bahwa fokus utama pemerintah dalam menggratiskan pendidikan swasta adalah bagi mereka yang memang membutuhkan akses pendidikan dasar berkualitas namun terhambat oleh keterbatasan ekonomi.