Dilema Masyarakat Kelas Bawah: Biaya UKT Mahal, Tapi Pendapatan Seret
Tanggal: 24 Mei 2024 23:40 wib.
Biaya pendidikan merupakan hal yang selalu mengundang perhatian masyarakat, terutama dalam konteks kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Ternyata, peningkatan biaya UKT tidak sejalan dengan peningkatan pendapatan, sehingga menimbulkan dilema bagi masyarakat kelas bawah. Menurut Ekonom dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI), Ronny P. Sasmita, kenaikan biaya UKT dan biaya pendidikan secara umum akan memberikan tekanan yang berat pada masyarakat, terutama mereka yang berasal dari kelas bawah.
Menurut Ronny, kenaikan UKT ini tidak hanya mempersulit calon mahasiswa baru dari kalangan menengah ke bawah untuk melanjutkan pendidikan tinggi, tetapi juga menghambat upaya kelas menengah ke bawah untuk mencapai mobilitas sosial. Drastisnya kenaikan biaya pendidikan tersebut dapat membuat akses pendidikan tinggi semakin sulit bagi masyarakat kelas bawah, yang menjadi poin pembahasan yang sangat krusial dalam pembangunan sumber daya manusia di Indonesia.
Dalam konteks akses pendidikan, Ronny juga meminta pemerintah untuk mempermudah akses masyarakat umum ke perguruan tinggi. Menurutnya, upaya ini merupakan langkah strategis yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Ronny menegaskan bahwa kebijakan kenaikan UKT yang hasilnya justru mempersulit masyarakat untuk menjangkau pendidikan tinggi sangat bertentangan dengan semangat konstitusi di bidang pendidikan. Oleh karena itu, sangat diperlukan tinjauan ulang terhadap kebijakan ini, bahkan tidak menutup kemungkinan untuk pembatalan.
Melihat implikasi dari kenaikan biaya UKT yang begitu signifikan, para pihak terkait diharapkan dapat meninjau kembali regulasi ini, seiring dengan munculnya penolakan dari berbagai pihak. Kenaikan biaya pendidikan dapat menghambat kesetaraan akses pendidikan tinggi bagi semua kalangan masyarakat, serta dapat menjadi hambatan bagi pencapaian mobilitas sosial yang diinginkan oleh masyarakat sendiri.
Selain itu, dampak dari kenaikan biaya UKT juga dapat membawa konsekuensi serius bagi peningkatan taraf hidup masyarakat, terutama kelas bawah. Meski pemerintah memiliki program bantuan pendidikan, seperti Program Indonesia Pintar (PIP) dan Bidikmisi, namun tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan biaya pendidikan termasuk UKT dapat menjadi beban berat bagi keluarga yang pendapatannya tergolong rendah.
Di sisi lain, dorongan untuk meningkatkan biaya pendidikan menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam menghadapi kenyataan bahwa pendanaan pendidikan yang cukup belum dapat diperoleh. Diperlukan sinergi yang kuat antara pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat dalam menemukan solusi yang dapat memenuhi kebutuhan pendanaan tersebut.
Sementara itu, penelitian dari lembaga terkait menunjukkan bahwa kenaikan biaya pendidikan, terutama UKT, dapat berdampak pada pilihan mahasiswa dalam memilih program studi yang diminatinya. Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa semakin tinggi biaya UKT, semakin rendah minat mahasiswa untuk memilih program studi yang dianggap memiliki biaya operasional yang tinggi, seperti program studi berbasis laboratorium atau lapangan.
Implementasi kebijakan kenaikan biaya pendidikan juga dapat memicu perubahan pola pikir masyarakat terkait citra pendidikan tinggi. Dalam beberapa kasus, masyarakat dapat merasa bahwa pendidikan tinggi semakin menjadi barang mewah yang hanya dapat dijangkau oleh mereka yang mampu secara finansial, sehingga menimbulkan ketimpangan akses pendidikan.
Tantangan lain yang dihadapi masyarakat kelas bawah adalah ketidakpastian akan keberlanjutan bantuan atau program subsidi pendidikan. Dalam hal ini, kebijakan pemerintah yang masih cenderung bersifat ad hoc dalam memberikan bantuan pendidikan dapat menimbulkan kekhawatiran akan kemampuan keluarga dalam membiayai pendidikan anaknya di masa mendatang.
Permasalahan biaya pendidikan yang semakin mahal juga berdampak pada potensi peningkatan angka putus sekolah di kalangan masyarakat kelas bawah. Banyak keluarga yang menghadapi kesulitan dalam memenuhi biaya pendidikan anak-anaknya sehingga memilih untuk menghentikan pendidikan mereka. Hal ini tentu akan membawa dampak negatif, seperti terbatasnya kesempatan untuk meraih cita-cita dan menggapai impian.
Dari sudut pandang investasi pemerintah, peningkatan biaya pendidikan juga perlu dilihat dalam konteks pengembalian investasi jangka panjang. Investasi pendidikan diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam peningkatan kualitas SDM, kesejahteraan masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, peningkatan biaya pendidikan yang tidak sejalan dengan peningkatan kualitas pendidikan dapat saja mengurangi efektivitas investasi tersebut.
Dalam rapat terkait kebijakan biaya pendidikan, perlu ada solusi yang dapat mengintegrasikan berbagai aspek yang terkait dengan kenaikan biaya pendidikan. Penyusunan program subsidi pendidikan yang tepat sasaran, peningkatan akses publik ke perguruan tinggi, serta peningkatan kualitas pendidikan adalah beberapa langkah yang dapat menjadi batu loncatan bagi perbaikan sistem pendidikan Indonesia.
Tentu saja, penanganan permasalahan biaya pendidikan tidaklah mudah. Diperlukan kerjasama antara pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat dalam menemukan solusi yang dapat menjaga keseimbangan antara kebutuhan finansial perguruan tinggi, keadilan akses pendidikan, dan keberlanjutan investasi pendidikan.