Dewan Guru Besar UI Gelar Rapat Bahas Polemik Gelar Doktor Bahlil
Tanggal: 20 Okt 2024 11:58 wib.
Dewan Guru Besar Universitas Indonesia menggelar rapat di Gedung Pusat Administrasi UI Depok pada Jumat (18/10/24) kemarin. Rapat tersebut membahas polemik seputar gelar doktor yang diperoleh oleh Bahlil Lahadalia, yang saat itu menjabat sebagai pejabat publik. Bahlil diduga lulus S3 dalam waktu singkat, yakni 1 tahun 8 bulan, sementara bersamaan menjabat sebagai pejabat publik. Polemik ini menjadi sorotan publik, khususnya di kalangan akademisi dan masyarakat umum.
Ketua Dewan Guru Besar UI, Harkristuti Harkrisnowo menilai ada kejanggalan dalam proses Bahlil untuk bisa meraih gelar doktor di UI, Menurut para Guru Besar UI yang hadir dalam rapat tersebut, hal ini menimbulkan kecurigaan terhadap integritas akademik, etika, dan kualitas penerimaan gelar doktor di Universitas Indonesia. Mereka menegaskan bahwa gelar doktor harus diperoleh melalui proses yang benar dan sesuai dengan standar akademik yang telah ditetapkan. Mereka juga menyatakan bahwa gelar doktor harus diperoleh berdasarkan kualitas, dedikasi, dan kontribusi nyata dalam bidang ilmu yang bersangkutan.
Pada rapat tersebut, dilakukan investigasi untuk menggali soal polemik gelar doktor bagi Bahlil. Investigasi itu dilakukan oleh Dewan Guru Besar UI dengan Senat Akademik. Salah satu poin yang akan ditelusuri lewat investigasi tersebut adalah dugaan joki dalam penulisan disertasi.
beberapa pendapat disampaikan terkait proses penerimaan gelar doktor. Beberapa Guru Besar menyoroti bahwa penerimaan gelar doktor seharusnya tidak hanya berdasarkan pada waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan studi, tetapi juga pada substansi dari riset yang dilakukan, kontribusi nyata dalam pengembangan ilmu pengetahuan, serta pemenuhan standar akademik yang telah ditetapkan. Mereka menekankan pentingnya menjaga integritas akademik universitas dan memberikan contoh yang baik bagi mahasiswa dan masyarakat umum.
Namun demikian, pihak terkait, termasuk Bahlil sendiri, telah menyatakan bahwa gelar doktor yang diperolehnya telah melalui proses yang sah dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia. Mereka juga menegaskan bahwa Bahlil telah menjalani proses ujian doktoral sesuai dengan tata cara yang ditetapkan, serta memberikan kontribusi nyata dalam penelitian yang dilakukan.
Polemik seputar gelar doktor Bahlil ini juga mencuat di tengah pemberitaan tentang kesetaraan dan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Sejumlah kalangan mengkritisi proses penerimaan gelar doktor yang dinilai kurang transparan dan tidak menjunjung tinggi standar akademik. Beberapa juga menyoroti adanya potensi konflik kepentingan saat seorang pejabat publik menerima gelar doktor dalam waktu yang relatif singkat.
Dalam konteks ini, Dewan Guru Besar UI diharapkan dapat memberikan arahan dan pedoman yang lebih jelas terkait proses penerimaan gelar doktor, terutama bagi mereka yang sedang atau akan menempuh studi doktoral. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas akademik, transparansi, dan integritas universitas dalam memberikan gelar doktor kepada para calon sarjana.
Sebagai salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, langkah-langkah yang diambil oleh Dewan Guru Besar UI dalam mengatasi polemik seputar gelar doktor Bahlil akan menjadi acuan penting bagi dunia pendidikan tinggi di tanah air. Keputusan dan arahan yang ditetapkan diharapkan dapat memberikan solusi yang adil, transparan, dan kredibel bagi semua pihak terkait.
Dengan begitu, proses pemberian gelar doktor di Universitas Indonesia dan perguruan tinggi lainnya diharapkan dapat senantiasa menjunjung tinggi standar akademik, menjaga integritas, serta memberikan kontribusi yang nyata bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan di Indonesia.