Bill Gates Ungkap Dampak Minyak Sawit & Lemak Hewan: Tanda 'Kiamat' Semakin Dekat
Tanggal: 24 Nov 2024 10:12 wib.
Pendiri Microsoft, Bill Gates, yang dikenal aktif dalam pembicaraan isu lingkungan, baru-baru ini mengungkapkan fakta-fakta penting dalam blog pribadinya pada bulan Februari. Dalam tulisannya, Gates memberikan perhatian khusus terhadap Indonesia.
Dalam penuturannya, Gates membongkar fakta bahwa setiap tahun, aktivitas di seluruh dunia menghasilkan 51 miliar ton gas rumah kaca, dan 7% di antaranya berasal dari produksi lemak dan minyak dari hewan dan tumbuhan.
"Untuk melawan perubahan iklim, kita harus memastikan bahwa angka tersebut turun menjadi nol," kata Gates dalam blog pribadinya pada Jumat (22/11/2024).
Lebih jauh, Gates menyadari realitas bahwa usaha untuk mengeliminasi konsumsi lemak hewan bagi manusia tidak realistis karena kebutuhan manusia terhadap lemak hewan serta nutrisi dan kalori yang terkandung di dalamnya. Namun, ada cara-cara yang dapat dilakukan untu mengambil lemak tanpa memproduksi emisi, menyiksa hewan, dan menghasilkan zat kimia berbahaya.
Salah satu solusi yang telah ditemukan adalah oleh sebuah startup bernama 'Savor', di mana Gates turut terlibat sebagai salah satu investor. Savor menciptakan lemak melalui proses yang melibatkan karbondioksida dari udara dan hidrogen dari air, yang kemudian dipanaskan dan dioksidasi sehingga menghasilkan formulasi lemak dengan menciptakan molekul serupa yang ditemukan dalam susu, keju, sapi, dan minyak nabati.
Minyak Sawit dan Indonesia
Selain produksi lemak hewan, Gates juga menyoroti minyak sawit sebagai faktor penting yang memberikan dampak lingkungan yang signifikan. Minyak sawit saat ini merupakan salah satu lemak nabati paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia, dan telah hadir dalam berbagai produk konsumen sehari-hari, termasuk makanan, produk perawatan tubuh, hingga bahan bakar.
Gates menekankan bahwa isu seputar minyak sawit tidak hanya terletak pada penggunaannya, melainkan juga pada proses produksi yang menyebabkan dampak lingkungan. Sebagian besar tanaman kelapa sawit tumbuh di wilayah-wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa. Proses penggundulan hutan untuk mengonversi lahan menjadi kebun kelapa sawit telah mengakibatkan kerugian biodiversity dan memberikan dampak negatif terhadap perubahan iklim.
Gates menjelaskan bahwa pada tahun 2018, kehancuran hutan di Malaysia dan Indonesia sendiri telah menyumbang 1,4% dari total emisi global. Angka ini lebih besar dari total emisi negara bagian California dan hampir sama dengan total emisi dari seluruh industri penerbangan di dunia.
Namun, Gates juga menyadari bahwa peran minyak sawit sulit untuk digantikan, karena selain murah dan melimpah, minyak sawit juga memiliki keseimbangan lemak jenuh dan tak jenuh yang hampir sama, menjadikannya sangat serbaguna.
Namun, upaya untuk menemukan alternatif bagi minyak sawit telah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan seperti C16 Biosciences. Perusahaan tersebut berusaha menciptakan alternatif minyak sawit dengan memanfaatkan mikroba ragi liar menggunakan proses fermentasi yang tidak menghasilkan emisi.
Dengan demikian, Gates berharap bahwa dengan solusi-solusi yang telah ditemukan oleh para inovator dan perusahaan, dampak perubahan iklim dapat dikendalikan agar "kiamat" tidak lagi mengancam kehidupan manusialebih jauh.