Belajar dari Rumah: Apakah Sistem Hybrid Masih Layak Dipertahankan?
Tanggal: 24 Mei 2025 08:40 wib.
Pandemi COVID-19 memang sudah berlalu, setidaknya kita tidak lagi hidup dalam bayang-bayang pembatasan dan ketakutan yang sama seperti dulu. Namun, ada satu warisan yang mungkin akan terus membayangi dunia pendidikan kita: sistem belajar hybrid. Dulu, sistem ini muncul sebagai jalan keluar darurat agar kegiatan belajar mengajar tetap berjalan di tengah situasi yang memaksa kita menjaga jarak. Siswa belajar dari rumah lewat daring, sesekali masuk sekolah. Guru mengajar di kelas, kadang juga dari depan layar komputer. Pertanyaannya sekarang, setelah semua kembali normal, apakah sistem belajar hybrid ini masih relevan dan layak dipertahankan?
Mari kita bongkar satu per satu. Pembelajaran hybrid ini sejatinya menggabungkan dua dunia: pembelajaran daring (online) dan tatap muka di sekolah. Waktu pandemi, pembelajaran daring jadi pahlawan karena memungkinkan siswa tetap terhubung dengan materi pelajaran meski di rumah. Mereka bisa mengakses video penjelasan, mengerjakan kuis online, atau berdiskusi lewat forum virtual. Fleksibilitas jadi kunci utamanya. Siswa bisa belajar kapan saja dan di mana saja, asalkan ada koneksi internet. Bagi sebagian siswa yang mandiri, ini justru jadi kesempatan emas untuk mengatur jadwal belajar mereka sendiri dan mendalami materi sesuai kecepatan masing-masing.
Namun, tidak bisa dimungkiri, pembelajaran daring juga punya banyak tantangan. Keterbatasan akses internet di beberapa daerah, tidak semua siswa punya gawai yang memadai, sampai masalah distraksi di rumah yang sulit dihindari. Belum lagi, interaksi sosial yang minim. Anak-anak jadi kehilangan kesempatan untuk bermain, berinteraksi langsung, dan mengembangkan keterampilan sosial yang hanya bisa didapatkan di lingkungan sekolah. Rasa bosan, jenuh, dan bahkan burnout pun sering kali menghantui mereka yang terus-menerus terpaku di depan layar.
Nah, di sinilah peran pembelajaran tatap muka jadi vital. Bertemu langsung dengan guru dan teman sebaya di kelas memberikan pengalaman belajar yang jauh berbeda. Diskusi bisa lebih hidup, praktik di laboratorium jadi lebih nyata, dan yang paling penting, ikatan emosional antara guru dan siswa, serta antar-siswa, bisa terjalin dengan kuat. Guru bisa langsung mengamati kesulitan belajar siswa dan memberikan bantuan yang lebih personal. Lingkungan sekolah juga menyediakan fasilitas lengkap yang mendukung pembelajaran, dari perpustakaan, laboratorium, hingga lapangan olahraga.
Lalu, kalau kita kembali ke pertanyaan awal, apakah sistem hybrid masih layak dipertahankan? Jawabannya tidak sesederhana ya atau tidak. Sistem hybrid menawarkan fleksibilitas yang menarik, terutama untuk efisiensi belajar dalam beberapa aspek. Misalnya, untuk materi-materi yang bersifat teori dan bisa dipelajari secara mandiri, pembelajaran daring bisa jadi pilihan yang sangat efisien. Siswa bisa mengulang materi berkali-kali tanpa merasa sungkan atau membuang waktu guru. Ini juga bisa jadi solusi untuk siswa yang mungkin memiliki keterbatasan fisik atau berada di daerah terpencil, sehingga akses ke sekolah fisik menjadi sulit.
Namun, kita juga harus jujur bahwa pembelajaran tatap muka di sekolah itu esensial. Kehadiran fisik di sekolah tidak hanya soal transfer ilmu, tetapi juga tentang pembentukan karakter, pengembangan keterampilan sosial, dan pembinaan moral. Lingkungan sekolah adalah miniatur masyarakat, tempat anak-anak belajar berinteraksi, berempati, menyelesaikan konflik, dan membentuk kepribadian mereka. Aspek-aspek ini sangat sulit, kalau tidak bisa dibilang mustahil, untuk digantikan sepenuhnya oleh layar gawai.
Mungkin, model hybrid bisa tetap dipertahankan, tapi bukan lagi sebagai keharusan utama. Ia bisa menjadi pelengkap, atau opsi tambahan, untuk situasi tertentu atau materi tertentu. Misalnya, sekolah bisa menggunakan platform daring untuk menyediakan materi pengayaan, latihan soal tambahan, atau bahkan kelas-kelas khusus yang bersifat self-paced. Dengan begitu, siswa punya sumber belajar tambahan dan fleksibilitas untuk mendalami materi di luar jam sekolah, tanpa mengorbankan pengalaman berharga di sekolah fisik. Sistem pendidikan kita harus terus berevolusi, dan hybrid learning bisa menjadi salah satu alat dalam kotak perkakas pendidikan, selama kita bisa menggunakannya dengan bijak dan menempatkannya pada porsi yang tepat.