Belajar dari Kisah Helen Keller dan Gurunya...
Tanggal: 4 Mar 2018 23:50 wib.
Pagi tadi aku mengikuti sebuah seminar pendidikan. Salah satu topik yang dibahas adalah mengenai konsistensi. Nah salah satu tokoh inspirator dalam melakukan konsistensi ini adalah Anne Sulivan. Dia adalah guru dari Helen Keller. Siapa yang tak kenal Helen Keller, dia adalah orang pertama tunarungu dan tunanetra yang berhasil lulus dari universitas di Amerika. Anne Sullivan menunjukkan konsistensi dengan selalu sabar dan tidak menyerah dalam melakukan pengulangan-pengulangan dalam mengajari Helen Keller.
Helen tidak mengerti mengapa dunianya menjadi gelap dan sunyi, karena ketika lahir ia dapat melihat dan mendengar. Dia menjadi sering menjerit dan mengamuk jika orang tidak mengerti apa yang dia mau. Ayahnya berusaha untuk menghubungi dokter mata, namun ternyata mata Helen tidak bisa disembuhkan. Setelah menghubungi dokter yang membantu orang-orang tunarungu pun, dia tidak bisa menyembuhkan pendengaran Helen. Akhirnya ayah Helen menghubungi Perkins Institute-sekolah untuk orang tunantra. Ternyata sekolah itu dapat mengirimkan seorang guru untuk Helen, dia adalah Anne Sullivan.
Helen mendapat hadiah boneka dari Anne pada pertemuan mereka, lalu Anne mengambil kembali boneka itu. Anne mencoba untuk menulis kata b-o-n-e-k-a di tangan Helen dan memberikan boneka itu kembali setelah Helen berhasil menuliskan huruf yang sama di tangannya. Awalnya kakak Helen pun meragukan Anne bisa mengajarkan ‘makna kata’ pada Helen. Karena Helen mungkin tahu huruf benda-benda, namun tidak bisa mengkoneksikan antara ‘huruf’ dengan ‘bendanya’. Anne menjawab bahwa suatu hari pikiran Helen akan terbuka untuk memahami koneksi antara ‘huruf’ dengan ‘benda’. Betul saja prediksi Anne, dengan konsistensi dan kesungguhan akhirnya beberapa waktu kemudian Helen sudah dapat mengeja 29 kata tapi masih belum mengerti apa arti kata itu. Anne mengajak Helen untuk merasakan air dan kemudian Anne menuliskan kata a-i-r di tangan Helen, dia akhirnya mengerti maksud kata itu setelah merasakan bendanya. Sejak itu Helen belajar merasakan bendanya kemudian mengeja huruf nama benda itu.
Selain mengajari akademis, Anne juga mengajarkan Helern untuk dapat menjalankan aktifitas-aktifitasnya sama seperti anak pada umumnya. Awalnya Helen selalu makan dari piring ayah, ibu, atau kakaknya. Ketika makan pun ia mengambil langsung dengan tangan dan meraupnya. Anne bersikeras agar Helen bisa makan dari piringnya sendiri dan menggunakan sendok. Ayah Helen sempat berkata bahwa biar saja Helen seperti itu karena jika tidak memperoleh yang diinginkannya, ia akan marah dan mengamuk. Menurut Anne, jika mereka tidak tahan dengan kemarahan Helen, maka ia tidak akan belajar apapun. Akhirnya setelah mengalami berbagai dinamika, Helen kemudian bisa makan dari piringnya sendiri dengan menggunakan sendok. Terbayang, betapa ketika Anne putus asa dan tidak konsisten dengan usahanya dalam mengajar Helen, maka mungkin tidak akan ada Helen Keller yang menginspirasi orang banyak melalui kisahnya.
Setelah mengalami kemajuan, Anne mengajari Helen membaca buku dengan huruf Braille-huruf timbul untuk orang buta. Kemudian Anne mengajarinya menulis. Saat Helen berusia delapan tahun, Anne mengajak Helen ke Perkins Institute untuk belajar lebih banyak. Kisah Helen dimuat di surat kabar, Helen dikenal dengan sebutan ‘the wonder girl’ karena dia adalah tunarungu dan tunanetra namun dapat membaca dan menulis. Saat usia sembilan tahun Helen belajar berbicara.
Helen adalah orang tunarungu dan tunanetra pertama yang lulus dari universitas di Amerika. Helen menulis otobiografi, menulis buku dan menolong banyak orang supaya dapat hidup lebih baik. Dia memang tidak dapat mendengar dan melihat, namun dia tetap bisa menjalani hidup dengan normal dan melakukan banyak hal. Helen Keller meninggal pada 1 Juni 1968 ketika usianya hampir delapan puluh delapan tahun. Dan orang yang turut andil dalam pencapaian Helen salah satunya adalah Anne Sullivan yang menunjukkan konsistensi dalam mengajar Helen dengan segala dinamikanya. Mungkin Anne Sullivan adalah seorang guru, namun konsistensi ini bisa dijalankan dalam profesi apapun. Konsistensi dari Anne Sullivan, membuat Helen Keller bisa menjadi salah satu tokoh inspirator juga khususnya di dunia pendidikan.