Sumber foto: google

Banjir Kritik terhadap Pendidikan Tinggi yang Bersifat Tersier

Tanggal: 18 Mei 2024 10:38 wib.
Pernyataan Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek, Prof. Tjitjik Tjahjandarie, yang mengatakan bahwa pendidikan di perguruan tinggi bersifat tersier menuai polemik. Beberapa isu yang menjadi perhatian utama dalam kritik ini antara lain adalah biaya pendidikan yang semakin mahal, kualitas lulusan yang diragukan, serta kesenjangan antara kebutuhan pasar kerja dengan kurikulum yang diajarkan. Berbagai kritik ini telah menimbulkan perdebatan yang panas mengenai masa depan pendidikan tinggi dan tuntutan untuk melakukan reformasi mendalam.

Pernyataan itu kotroversial karena sebelumnya marak berita mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) dan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo yang mengeluhkan mahalnya uang kuliah tunggal (UKT) perguruan tinggi yang naik berkali-kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Hal ini bisa mengakibatkan kurangnya akses terhadap pendidikan tinggi bagi lapisan masyarakat yang kurang mampu secara finansial. Lebih jauh, hal ini juga dapat memengaruhi kualitas lulusan, karena pendidikan tinggi hanya akan terjangkau bagi golongan yang memiliki akses finansial yang cukup.

Selain itu, kualitas lulusan pendidikan tinggi juga menjadi sorotan dalam banjir kritik ini. Banyak pihak meragukan kompetensi dan keterampilan lulusan perguruan tinggi untuk bersaing di pasar kerja. Terdapat kesenjangan antara apa yang diajarkan di kelas dengan tuntutan dunia kerja yang terus berubah. Kurikulum di banyak perguruan tinggi dianggap ketinggalan zaman dan kurang mengakomodasi perkembangan teknologi dan kebutuhan industri. Hal ini menyebabkan lulusan sulit untuk bisa langsung bersaing dan beradaptasi dengan persaingan kerja yang semakin ketat.

Tidak hanya itu, penekanan yang terlalu kuat pada teori daripada praktik juga menjadi kritik utama terhadap pendidikan tinggi. Banyak program studi yang cenderung lebih fokus pada teori tanpa memberikan pengalaman praktik yang memadai kepada mahasiswa. Akibatnya, lulusan seringkali tidak memiliki keterampilan praktis yang dibutuhkan di dunia kerja.

Menyikapi berbagai kritik ini, perlunya langkah konkret untuk melakukan reformasi dalam pendidikan tinggi. Perguruan tinggi perlu mempertimbangkan kembali biaya pendidikan agar lebih terjangkau bagi semua kalangan masyarakat. Selain itu, perlu juga penyesuaian kurikulum agar lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja, serta peningkatan pengalaman praktik bagi para mahasiswa. Institusi pendidikan juga perlu menjalin kerjasama yang erat dengan dunia industri untuk memastikan lulusan memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja.

Dengan menyadari berbagai permasalahan yang ada, diharapkan pihak terkait dapat segera merespons dan melakukan langkah-langkah yang tepat guna meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Reformasi mendalam perlu dilakukan agar pendidikan tinggi dapat memenuhi tuntutan zaman dan menjadi investasi yang berkelanjutan bagi kemajuan bangsa.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved