Sumber foto: Canva

Bagaimana Otak Menciptakan Mimpi Saat Terlelap?

Tanggal: 5 Jul 2025 21:16 wib.
Mimpi adalah fenomena misterius yang menemani sepertiga hidup manusia. Saat tubuh terlelap, pikiran seolah bebas melayang, menciptakan narasi-narasi kompleks, gambar-gambar aneh, dan emosi yang intens. Namun, bagaimana sebenarnya organ seberat 1,5 kilogram ini, otak kita, mampu menyulap dunia fantasi yang begitu nyata saat kita tidak sadar? Proses penciptaan mimpi adalah salah satu misteri terbesar neurosains, melibatkan orkestrasi kompleks antara berbagai area otak dan siklus tidur itu sendiri.

Sebagian besar mimpi yang kita ingat dengan jelas, terutama yang paling vivid dan detail, terjadi selama fase tidur Rapid Eye Movement (REM). Tidur REM ditandai dengan aktivitas otak yang sangat tinggi, mirip dengan kondisi terjaga, gerakan mata yang cepat di balik kelopak mata tertutup, dan kelumpuhan otot sementara (atonia) yang mencegah kita memerankan mimpi kita.

Selama tidur REM, berbagai area otak menjadi sangat aktif:

Korteks Visual: Bagian otak yang bertanggung jawab untuk memproses penglihatan, menjadi sangat aktif, menciptakan gambar-gambar yang kita lihat dalam mimpi.

Sistem Limbik: Terutama amigdala, pusat emosi otak, juga sangat aktif selama REM. Ini menjelaskan mengapa mimpi seringkali dipenuhi dengan emosi yang kuat—ketakutan, kebahagiaan, kesedihan, atau kemarahan.

Hipokampus: Area yang penting untuk pembentukan memori, juga terlibat, meskipun perannya dalam mimpi masih diperdebatkan. Diyakini hipokampus berperan dalam mengkonsolidasikan memori dan mungkin memicu koneksi antara memori yang sudah ada.

Yang menarik, korteks prefrontal, area otak yang bertanggung jawab untuk logika, penalaran, dan pengambilan keputusan, justru menunjukkan aktivitas yang menurun drastis selama tidur REM. Penurunan aktivitas inilah yang mungkin menjelaskan mengapa mimpi seringkali terasa tidak logis, absurd, atau melanggar hukum fisika. Sensor logika kita seolah dinonaktifkan.

Mekanisme Neurokimiawi di Balik Mimpi

Proses penciptaan mimpi juga sangat bergantung pada perubahan neurokimiawi di otak. Selama tidur REM, terjadi perubahan signifikan pada neurotransmitter:

Asetilkolin: Tingkat asetilkolin sangat tinggi selama tidur REM. Neurotransmitter ini penting untuk pembelajaran, memori, dan perhatian. Peningkatan asetilkolin diperkirakan memicu aktivitas neuron di korteks, menciptakan pengalaman sensorik dalam mimpi.

Serotonin dan Norepinefrin: Sebaliknya, tingkat serotonin dan norepinefrin (neurotransmitter yang terkait dengan kewaspadaan dan stres) sangat rendah selama tidur REM. Penurunan ini mungkin berkontribusi pada kelumpuhan otot dan kurangnya respons terhadap stimuli eksternal saat bermimpi.

Perpaduan aktivitas tinggi asetilkolin dengan rendahnya serotonin dan norepinefrin menciptakan kondisi ideal bagi otak untuk "berhalusinasi" dengan sendirinya, membangun skenario internal tanpa input sensorik dari dunia luar.

Sumber Konten Mimpi

Materi mentah untuk mimpi diyakini berasal dari berbagai sumber, terutama pengalaman dan ingatan kita di kehidupan nyata. Otak tidak menciptakan narasi dari kehampaan; melainkan, ia mengambil fragmen-fragmen memori—mulai dari kejadian sehari-hari, percakapan, emosi, hingga ingatan jangka panjang dari masa lalu—dan menggabungkannya dalam cara-cara yang baru dan seringkali tidak terduga.

Teori aktivasi-sintesis oleh Allan Hobson dan Robert McCarley adalah salah satu teori terkemuka. Teori ini berpendapat bahwa mimpi adalah hasil dari otak yang mencoba membuat "narasi terbaik" dari sinyal-sinyal acak yang dihasilkan oleh otak bagian bawah (batang otak) selama tidur REM. Sinyal-sinyal ini mengaktifkan bagian-bagian korteks, dan otak kemudian mencoba mensintesis (menggabungkan) sinyal-sinyal ini menjadi cerita yang koheren, meskipun seringkali aneh.

Selain itu, mimpi juga bisa menjadi cara otak untuk memproses emosi, mengatasi masalah, atau mengkonsolidasikan ingatan. Misalnya, mimpi mungkin berfungsi sebagai "ruang aman" bagi otak untuk menghadapi ketakutan atau kecemasan yang belum terselesaikan di siang hari. Ada juga hipotesis bahwa mimpi berperan dalam seleksi dan penguatan memori penting, serta penghapusan memori yang tidak relevan.

Mengapa Mimpi Terkadang Terasa Sangat Nyata?

Sensasi realitas dalam mimpi sebagian besar disebabkan oleh aktivasi area otak yang sama seperti saat kita terjaga, terutama korteks visual dan sistem limbik. Namun, karena korteks prefrontal (bagian yang mengurusi logika) kurang aktif, kita cenderung menerima realitas mimpi tanpa mempertanyakan keanehannya. Baru setelah bangun, kita menyadari betapa absurdnya narasi yang kita alami.

Singkatnya, otak adalah arsitek dan sekaligus penonton dari dunia mimpi. Melalui interaksi kompleks antara fase tidur REM, perubahan neurokimiawi, dan sintesis ingatan serta pengalaman, otak kita secara ajaib menciptakan narasi visual dan emosional yang seringkali mendalam dan membingungkan, memberikan jendela unik ke dalam kerja batin pikiran bawah sadar kita.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved