Asal Mula Adanya Skripsi: Evolusi Tugas Akhir Akademik
Tanggal: 9 Jul 2025 09:12 wib.
Bagi sebagian besar mahasiswa perguruan tinggi, kata skripsi mungkin identik dengan tugas akhir yang memakan waktu, menguras pikiran, dan menjadi gerbang menuju kelulusan. Di Indonesia, skripsi adalah syarat wajib bagi mahasiswa strata satu (S1) untuk memperoleh gelar sarjana. Namun, pernahkah terlintas dalam benak kita, bagaimana sebenarnya konsep penulisan ilmiah semacam skripsi ini muncul dan berkembang menjadi bagian integral dari sistem pendidikan tinggi?
Asal mula skripsi, atau lebih luasnya tugas akhir akademik, tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan universitas itu sendiri. Untuk memahami akarnya, kita perlu melihat kembali bagaimana pengetahuan diajarkan dan diuji di masa lalu.
Abad Pertengahan: Disputasi dan Ujian Lisan
Cikal bakal universitas modern dapat ditelusuri hingga Abad Pertengahan di Eropa, sekitar abad ke-11 dan ke-12. Institusi-institusi seperti Universitas Bologna dan Universitas Paris awalnya fokus pada studi hukum, teologi, dan kedokteran. Pada masa itu, metode pengajaran didominasi oleh kuliah lisan (lectio) dan disputasi (disputatio).
Disputasi adalah bentuk debat formal di mana mahasiswa atau sarjana harus mempertahankan tesis (pandangan atau argumen) mereka di hadapan penguji dan audiens. Mereka harus menyajikan argumen secara logis, menjawab sanggahan, dan menunjukkan penguasaan materi. Ini adalah bentuk awal dari penilaian akademik yang menguji kemampuan analisis, sintesis, dan argumentasi. Meskipun bukan dalam bentuk tulisan panjang seperti skripsi modern, konsep mempertahankan sebuah argumen orisinal sudah ada.
Renaisans dan Pencerahan: Penekanan pada Observasi dan Bukti
Era Renaisans (abad ke-14 hingga ke-17) dan Pencerahan (abad ke-18) membawa perubahan signifikan dalam cara pengetahuan dipandang. Munculnya metode ilmiah yang menekankan observasi empiris, eksperimen, dan pembuktian rasional mulai menggeser dominasi logika dan otoritas dogma. Ilmu pengetahuan mulai berkembang menjadi disiplin yang lebih terspesialisasi.
Pada masa ini, penulisan mulai menjadi lebih penting sebagai sarana untuk mendokumentasikan hasil observasi, analisis, dan argumen. Para sarjana mulai menulis traktat, risalah, dan buku yang mempresentasikan temuan-temuan baru mereka dengan dasar bukti yang lebih empiris. Ini menjadi fondasi bagi tradisi penulisan ilmiah yang lebih sistematis.
Abad ke-19: Spesialisasi dan Riset Modern
Abad ke-19 menjadi titik balik penting. Universitas-universitas di Jerman, khususnya Universitas Berlin, mempelopori model universitas riset (research university). Model ini menekankan bahwa pengajaran dan riset harus berjalan seiring. Mahasiswa tidak hanya menerima pengetahuan, tetapi juga diajarkan bagaimana cara menghasilkan pengetahuan baru melalui riset.
Dalam konteks inilah, tesis doktoral (doctoral thesis atau dissertation) menjadi sangat penting sebagai persyaratan untuk gelar PhD. Tesis ini mengharuskan kandidat untuk melakukan penelitian orisinal dan menyajikan kontribusi baru pada bidang studi mereka. Meskipun ini adalah tingkat yang lebih tinggi dari skripsi, konsep inti dari riset mandiri, analisis data, dan penulisan laporan ilmiah yang komprehensif mulai terbentuk dan menjadi standar akademik. Universitas lain di Eropa dan Amerika Serikat kemudian mengadopsi model ini.
Awal Abad ke-20 hingga Sekarang: Standardisasi dan Diferensiasi
Pada awal abad ke-20, seiring dengan semakin meluasnya pendidikan tinggi dan spesialisasi disiplin ilmu, kebutuhan akan tugas akhir yang terstruktur untuk jenjang sarjana (bachelor's degree) mulai dirumuskan. Skripsi (atau thesis/dissertation untuk tingkat sarjana di beberapa negara) kemudian diadopsi sebagai cara standar untuk:
Mengukur Kemampuan Riset Mahasiswa: Menguji apakah mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, serta menyajikan temuan secara ilmiah.
Menunjukkan Penguasaan Bidang Ilmu: Memastikan mahasiswa memiliki pemahaman mendalam tentang suatu topik dalam disiplin ilmu mereka.
Mengembangkan Kemampuan Menulis Ilmiah: Melatih mahasiswa untuk berkomunikasi ide-ide kompleks secara jelas, logis, dan berdasarkan bukti.
Sarana Kontribusi Pengetahuan: Meskipun pada tingkat S1 seringkali bukan penemuan yang sangat orisinal, skripsi tetap menjadi latihan untuk berkontribusi pada korpus pengetahuan.
Di Indonesia, konsep skripsi ini juga diadopsi sebagai bagian dari sistem pendidikan tinggi yang berkembang setelah kemerdekaan, menyesuaikan dengan standar internasional dalam menilai kompetensi lulusan sarjana. Ini adalah refleksi dari model universitas riset yang menuntut mahasiswa untuk memiliki keterampilan berpikir kritis, analitis, dan kemampuan riset dasar sebelum terjun ke dunia profesional atau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Jadi, skripsi bukanlah tiba-tiba muncul, melainkan merupakan evolusi panjang dari praktik akademik yang berakar pada tradisi disputasi abad pertengahan, perkembangan metode ilmiah era pencerahan, dan pengarusutamaan riset sebagai inti pendidikan tinggi pada abad ke-19.