Sumber foto: Google

Apakah Pergantian Nama PPDB Jadi SPMB Bisa Hapus Kecurangan?

Tanggal: 20 Jun 2025 14:01 wib.
Mulai 2025, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah resmi mengganti istilah PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) menjadi SPMB (Sistem Penerimaan Murid Baru). Langkah ini diambil untuk menyempurnakan proses penerimaan siswa dan mengatasi berbagai praktik kecurangan yang selama ini mengemuka di kalangan publik. Namun, perubahan nama ini menimbulkan pertanyaan: apakah itu cukup untuk menghapus masalah lama?

Di tengah rencana perubahan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut angkat bicara. KPK menyoroti adanya praktik gratifikasi yang masih mengakar dalam proses PPDB. Mereka menemukan bahwa permainan kuota siswa serta celah-celah di jalur zonasi, prestasi, dan afirmasi menjadi area rentan untuk praktik kecurangan. Hal ini menunjukkan bahwa merubah nama saja tidaklah cukup untuk membersihkan sistem pendidikan dari segala bentuk penyimpangan.

Praktik gratifikasi dalam proses PPDB telah berlangsung lama dan akar permasalahannya cukup kompleks. Contoh nyata adalah pengaturan kuota yang seharusnya adil, tetapi seringkali dimanipulasi oleh oknum tertentu untuk kepentingan pribadi. Sejak berlakunya sistem zonasi, seharusnya setiap calon siswa dapat merasa diuntungkan. Namun, ketidakpahaman atau ketidakadilan dalam penerapan zonasi seringkali berujung pada kekecewaan orang tua dan siswa yang merasa diperlakukan tidak adil.

Dalam kerangka SPMB, diharapkan setiap jalur penerimaan menjadi lebih transparan dan akuntabel. Namun, tantangan besar tetap ada. Misalnya, walaupun ada perubahan nama, regulasi dan praktik di lapangan harus diperkuat. Kementerian Pendidikan perlu melakukan sosialisasi yang masif terkait aturan-aturan baru ini agar setiap pihak memahami dan mengimplementasikannya dengan baik.

Selain itu, mekanisme pengawasan dan penegakan hukum juga harus ditingkatkan. Banyak kasus kecurangan yang terjadi akibat lemahnya pengawasan di tingkat sekolah. Dengan penguatan pihak pengawas dan penerapan sanksi tegas bagi pelanggar, diharapkan ada efek jera yang dapat mengurangi potensi kecurangan.

Salah satu harapan yang muncul dari perubahan ini adalah adanya sistem pendataan yang lebih terintegrasi dan informasi yang lebih mudah diakses oleh masyarakat. Dengan demikian, calon siswa dan orang tua dapat dengan jelas mengetahui jalur yang harus ditempuh. Transparansi akan mengurangi ruang gerak bagi praktik curang, karena masyarakat dapat langsung memantau dan melaporkan jika terjadi penyimpangan.

Namun, perubahan ini tidak hanya bergantung pada pemerintah. Masyarakat, wali murid, dan siswa juga perlu berperan aktif dalam menjaga integritas proses penerimaan siswa. Kesadaran kolektif untuk tidak terlibat dalam praktik kecurangan harus ditanamkan sejak dini.

Dengan mengubah nama PPDB menjadi SPMB, pemerintah memang menunjukkan niat baik untuk memperbaiki sistem pendidikan. Namun, apakah langkah ini cukup untuk menghapus kecurangan yang telah ada selama bertahun-tahun? Jawabannya tergantung pada implementasi dan komitmen semua pihak untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik dan lebih adil.

Dalam konteks pendidikan, harapan untuk mengurangi kecurangan harus diiringi dengan aksi nyata. Semua stakeholder harus bekerja sama, sehingga perubahan nama ini bukan sekadar kosmetik, tetapi menjadi langkah signifikan menuju sistem pendidikan yang lebih transparan dan berintegritas.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved