Alasan Sebenarnya Kenapa Restoran Padang Tersebar di Seluruh Dunia
Tanggal: 10 Nov 2024 05:41 wib.
Seperti orang tua pada umumnya, Mohammad Hatta selalu menunggu kabar terbaru dari anaknya, Gemala, yang kuliah di Australia. Begitu ada surat atau orang membawa kabar terbaru Gemala, Hatta serius menyimak.
Hanya saja, pada Juni 1974, reaksi Hatta berbeda dari biasanya. Ada rasa kaget terkait anaknya yang diperoleh dari menantu, Edi Swasono. Bukan terkait Gemala sakit atau kondisi buruk lain, tapi perkara masakan Padang.
Raja Jawa dari Solo Menolak Miskin, Alih Profesi Jadi Bos Kontrakan
Ternyata Hatta terkejut saat tahu ada restoran Padang di Sydney dan Gemala menyantapnya dengan nikmat. Pikir Hatta, Restoran Padang hanya ada di Indonesia.
"Ayah tidak mengira di Sydney juga ada restoran Padang. Menurut Edi ada 3. Mungkin hanya di bulan yang belum ada restoran Padang," tulis proklamator tersebut dalam surat kepada Gemala tanggal 21 Juni 1974.
Kelakar Hatta memang ada benarnya. Hanya di bulan belum ada restoran Padang. Toh, tiada manusia juga yang bisa hidup di sana. Faktanya, restoran Padang ada di seluruh dunia.
Penduduk suku Minangkabau dikenal hobi merantau ke berbagai daerah. Pergerakan penduduk juga membawa budaya, salah satunya, makanan. Kehadiran makanan baru yang dibarengi tingginya etos wirausaha membuat mereka banyak mendirikan restoran.
Pendiri Restoran Padang Sederhana, Bustamam, dalam autobiografi berjudul Kisah Hidup Haji Bustamam (2019) menyebut, para perantau Minang di luar Sumatera Barat biasa menamakan restorannya sebagai "rumah makan Padang," 'warung makan Padang," "Restoran Padang" atau nama sejenis yang menggunakan lema Minang.
Hanya saja, sulit menelusuri sejak kapan atau apa restoran Padang pertama di luar kawasan Sumatera Barat. Namun, berbagai harian pada masa kolonial, sudah menunjukkan bukti-bukti persebaran restoran Padang di luar tanah Minang.
Di Batavia (kini Jakarta), misalnya, harian Pemandangan edisi tahun 1934 sudah menampilkan iklan restoran Padang. Dalam iklan tertera tulisan "Padasche-Buffet" dan berada di Kramatplein (Jl. Kramat) No.42, Batavia Pusat. Pada 1939, masih di Batavia, juga sudah ada artikel terkait kelezatan restoran Padang yang menggugah selera dan menjadi lokasi kegemaran orang.
"Pasar Tjiplak yang terkenal dengan Restoran Padang sudah menjadi titik temu orang-orang di Batavia," tulis harian de Locomotief (22 Juli 1939). Pasar Tjiplak yang dimaksud kini berada di Jatinegara.
Meski begitu, berbagai riset kontemporer menyebut pemantik utama yang menjadi penyebab menjamurnya restoran Padang bukan hanya disebabkan oleh tingginya dorongan merantau, tapi juga akibat peristiwa Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada 1958.
Gusti Asnan dalam Memikir Ulang Regionalisme: Sumatera Barat Tahun 1950-an (2007) menyebut, PRRI merupakan gerakan protes dari pejabat militer dan sipil di Sumatera Barat yang menuntut otonomi daerah ke pemerintah pusat.
Sayang, pemerintah pusat menyikapi tuntutan secara represif dan militeristik. Jakarta malah mengirim banyak tentara dan membuat penduduk lokal pindah ke luar Sumatera Barat. Migrasi besar-besaran pun terjadi.
Pasca-peristiwa PRRI, Tempo (15 Januari 1972) menyebut, ada peningkatan jumlah orang Minang di berbagai daerah. Di Jakarta, misalnya, dari sebelumnya kurang dari 100 ribu jiwa berubah menjadi 400 ribu jiwa. Alias 1 dari 10 warga Jakarta adalah orang Minang. Kala itu, penduduk Jakarta mencapai 4 juta jiwa.
"Dengan perbandingan itu bisa dimengerti jika "Minang" juga turut membentuk wajah ibukota ini," tulis Tempo.
Perpindahan penduduk tersebut lantas membuat orang Minang melakukan banyak hal untuk bertahan hidup. Salah satunya memanfaatkan keahlian memasak yang dibarengi etos wirausaha, yakni membuka restoran.
Sejarawan Taufik Abdullah dalam kata pengantar di buku Dari Pemberontakan ke Integrasi (2008) membenarkan bahwa peristiwa PRRI sudah membuat orang Minang semakin tersebar dan salah satu wujud keberadaannya adalah pendirian Restoran Padang.
Tahun 1970-an, bisa dikatakan sebagai embrio kemunculan restoran Padang di berbagai daerah. Beberapa nama kini sangat terkenal. Sebut saja, seperti Pagi Sore (1970), Sederhana (1972), Garuda (1976), dan sebagainya. Kini, tak ada catatan berapa banyak restoran Padang di luar Sumatera Barat. Pastinya jumlahnya tak bisa dihitung jari.