Akhir Alam Semesta Lebih Dekat? Ilmuwan Ungkap Waktu Kiamat Kosmik yang Tak Terduga
Tanggal: 28 Mei 2025 11:25 wib.
Alam semesta yang kita huni selama miliaran tahun ini ternyata memiliki batas akhir yang jauh lebih dekat daripada yang selama ini dipercaya. Penemuan mencengangkan ini datang dari tim ilmuwan Radboud University di Belanda. Dalam penelitian terbarunya, mereka memperkirakan bahwa alam semesta akan berakhir dalam waktu satu quinvigintillion tahun — sebuah angka yang ditulis dengan angka 1 diikuti oleh 78 nol. Meski terdengar seperti waktu yang luar biasa panjang, nyatanya ini jauh lebih cepat dibanding prediksi sebelumnya yang menyebut angka 10 pangkat 1.100 tahun, atau angka 1 dengan 1.100 nol di belakangnya.
Penemuan ini mengubah cara pandang ilmiah tentang bagaimana dan kapan alam semesta akan mencapai akhir hayatnya. Di balik perhitungan ini, terdapat teori radikal namun telah lama dikembangkan oleh mendiang fisikawan ternama, Stephen Hawking, yakni teori Hawking radiation.
Teori ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1975 dan menyatakan bahwa lubang hitam sebenarnya bukan benar-benar "abadi". Menurut Hawking, lubang hitam akan perlahan kehilangan massa karena memancarkan radiasi kuantum — dikenal sebagai Hawking radiation — hingga akhirnya menguap dan lenyap.
Tak Hanya Lubang Hitam yang Bisa Menguap
Hal yang membuat penelitian dari tim Radboud ini sangat revolusioner adalah temuan bahwa fenomena penguapan ini ternyata tidak hanya terbatas pada lubang hitam. Mereka menemukan bahwa objek-objek kosmis lain seperti bintang neutron (neutron star) dan bintang katai putih (white dwarf) juga dapat mengalami proses penguapan serupa.
"Selama ini, Hawking radiation diyakini hanya berlaku untuk lubang hitam, namun penelitian kami menunjukkan bahwa bintang neutron dan bintang katai putih juga bisa menguap," ungkap Prof. Heino Falcke, pemimpin tim riset sekaligus profesor radio astronomi di Radboud University, seperti dilansir oleh Daily Mail pada Senin (19/5/2025).
Bintang neutron dan katai putih adalah bentuk akhir dari bintang-bintang setelah mereka kehabisan bahan bakar nuklir. Mereka merupakan salah satu objek terpadat di alam semesta. Dalam pandangan ilmiah sebelumnya, benda-benda ini dianggap stabil dalam jangka waktu yang sangat lama — bahkan mendekati keabadian. Namun temuan terbaru ini menantang anggapan tersebut.
Menghitung Kematian Semesta dari Objek Kosmik Terakhir
Karena objek-objek ini merupakan yang terakhir tersisa dalam siklus hidup bintang, menghitung waktu penguapan mereka berarti sama saja dengan memperkirakan waktu kematian total alam semesta. Dengan kata lain, saat bintang neutron dan katai putih terakhir menguap, tak ada lagi yang tersisa di alam semesta — tidak ada cahaya, tidak ada materi padat, hanya kehampaan.
Penelitian ini juga merupakan pengembangan dari studi mereka sebelumnya pada tahun 2023, yang mengusulkan bahwa semua benda langit dengan gravitasi cukup kuat berpotensi menguap, bukan hanya lubang hitam. Inti dari proses ini terletak pada kepadatan benda tersebut. Semakin padat suatu objek, semakin besar kemungkinannya untuk menghasilkan radiasi kuantum dan perlahan menghilang.
“Konsep ini menambah pemahaman baru terhadap teori Hawking yang selama ini menjadi perdebatan. Kami ingin memahami fenomena ini lebih dalam,” ujar Walter van Suijlekom, profesor matematika dan rekan penulis studi tersebut.
Revisi Radikal atas Waktu Hidup Alam Semesta
Meski satu quinvigintillion tahun masih sangat jauh di luar jangkauan waktu manusia, penelitian ini tetap memiliki implikasi besar terhadap pemahaman kita tentang kosmologi. Prediksi sebelumnya menempatkan akhir alam semesta dalam waktu yang bahkan terlalu besar untuk dibayangkan oleh pikiran manusia — 10 pangkat 1.100 tahun. Angka itu membuat para ilmuwan percaya bahwa kematian semesta masih terlalu jauh untuk menjadi perhatian praktis.
Namun, dengan pengurangan dramatis waktu tersebut menjadi “hanya” 1 diikuti 78 nol, studi ini menggeser posisi teori Hawking ke pusat diskusi ilmiah modern. Ia bukan lagi sekadar teori eksotis yang relevan hanya untuk lubang hitam, tapi bisa menjadi dasar dalam memperkirakan akhir seluruh eksistensi kosmik.
Menuju Pemahaman Lebih Dalam tentang Radiasi Hawking
Penemuan ini menandai langkah maju dalam eksplorasi teori-teori ekstrem yang selama ini hanya bisa diuji lewat simulasi atau perhitungan matematis. Meskipun teknologi kita belum mampu mengamati secara langsung proses penguapan semacam itu pada bintang neutron atau white dwarf, para peneliti percaya bahwa dengan terus mengeksplorasi skenario ekstrem ini, suatu saat umat manusia akan dapat mengungkap misteri besar Hawking radiation dan asal mula energi dalam jagat raya.
"Studi semacam ini membantu kita memahami hukum-hukum paling dasar yang mengatur alam semesta. Dan siapa tahu, dari sini kita bisa menemukan teori fisika baru yang menyatukan relativitas dan mekanika kuantum," tambah van Suijlekom.
Studi ini telah diterima untuk dipublikasikan di Journal of Cosmology and Astroparticle Physics, dan saat ini telah tersedia dalam bentuk pra-publikasi di platform ilmiah arXiv, salah satu server terkemuka untuk makalah fisika dan kosmologi.