Sumber foto: Unsplash

Skandal Boeing Menuju Babak Akhir, Akui Bersalah atas Kecelakaan di RI

Tanggal: 25 Jul 2024 22:51 wib.
Skandal yang melibatkan perusahaan pesawat terbang terbesar di dunia, Boeing, masih terus berlanjut hingga saat ini. Perusahaan ini dikabarkan akan mengakui bersalah atas penipuan sebagai bagian dari kesepakatan dengan Departemen Kehakiman (DOJ) Amerika Serikat (AS) terkait dengan dua kecelakaan fatal yang melibatkan pesawat Boeing 737 MAX. Pengakuan tersebut disampaikan dalam pengajuan pengadilan pada Rabu (24/7/2024).

Kesepakatan ini menjadi perhatian publik karena fakta bahwa jaksa telah menyimpulkan bahwa Boeing mengabaikan penyelesaian sebelumnya yang membahas bencana tersebut, di mana total 346 orang tewas di Ethiopia dan Indonesia lebih dari lima tahun lalu. Kesepakatan pengakuan bersalah tersebut diharapkan untuk membawa penyelesaian hukum atas kasus-kasus tragis tersebut.

Namun, kesepakatan ini juga memuat kewajiban tambahan bagi Boeing. Selain mengakui kesalahannya, Boeing juga harus membayar tambahan sebesar US$243,6 juta (sekitar Rp3,9 triliun) kepada DOJ. Jumlah ini merupakan tambahan dari denda sebelumnya yang jumlahnya sama.

Kesepakatan ini terjadi setelah DOJ menemukan bahwa Boeing melanggar program kepatuhan dan etika setelah kecelakaan MAX. Boeing dianggap gagal meningkatkan program kepatuhan dan etika, yang sebenarnya telah melanggar perjanjian penuntutan tertunda (DPA) tahun 2021 setelah tragedi tersebut terjadi.

Dalam dokumen pengadilan, jaksa menyatakan bahwa Boeing telah melanggar DPA dengan tidak memadai merancang, menerapkan, dan menegakkan program kepatuhan dan etika untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran hukum penipuan AS di seluruh operasinya. Pengajuan tersebut telah mengungkapkan bahwa Boeing secara sengaja menipu regulator keselamatan lalu lintas udara AS tentang pesawat 737 MAX saat pesawat tersebut sedang dalam proses sertifikasi.

Tanggapan dari pihak Boeing mengindikasikan bahwa mereka akan bekerja secara transparan dengan regulator dan akan mengambil tindakan signifikan di seluruh perusahaannya untuk memperkuat program keselamatan, kualitas, dan kepatuhan. Namun, tanggapan ini tidak mencerminkan sudut pandang dari keluarga korban kecelakaan.

Keluarga korban kecelakaan menolak kesepakatan tersebut dengan alasan bahwa kesepakatan tersebut memberikan konsesi yang tidak adil kepada Boeing. Mereka bahkan menyatakan bahwa kesepakatan tersebut tidak akan diterima oleh terdakwa kriminal lainnya. Hal ini memberikan gambaran bahwa kesepakatan ini masih memicu kontroversi dan ketidakpuasan dari pihak yang terkena dampak langsung.

Perusahaan Boeing sendiri akan diminta untuk bertemu dengan keluarga korban kecelakaan, sesuai dengan ketentuan kesepakatan pembelaan yang telah disetujui. Namun, keluarga korban kecelakaan telah mengindikasikan penolakan mereka terhadap kesepakatan ini dan bahkan akan meminta pengadilan untuk menolak kesepakatan pembelaan tersebut.

Salah satu tokoh hukum yang mewakili keluarga korban kecelakaan menyatakan bahwa kesepakatan tersebut didasari pada premis yang menipu dan menyinggung. Hal ini menunjukkan bahwa kesepakatan ini jelas menjadi perdebatan yang kompleks dan penuh dengan emosi, terutama bagi pihak yang terkena dampak langsung dari kecelakaan tersebut.

Selain hal tersebut, kesepakatan ini juga membuka kemungkinan adanya tuntutan hukum yang lebih lanjut terhadap Boeing. DOJ telah menegaskan bahwa Boeing telah mengabaikan kewajibannya berdasarkan DPA dengan tidak mematuhi program kepatuhan dan etika. Instruksi tambahan menunjukkan bahwa seiring berjalannya waktu, kasus ini menjadi semakin rumit dan semakin kompleks.

Kasus ini menjadi perhatian khusus karena kesepakatan sebelumnya pada tahun 2021 tampaknya tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan kecelakaan pesawat Boeing 737 MAX. Meskipun Boeing telah membayar denda dan restitusi sebesar US$2,5 miliar sebagai imbalan atas kekebalan dari tuntutan pidana, namun masih terdapat tuntutan yang lebih besar dan masalah yang semakin kompleks yang harus dihadapi oleh perusahaan tersebut.

Seperti yang dapat dilihat, kesepakatan antara Boeing dengan DOJ ini merupakan lanjutan dari sejarah panjang kasus penipuan yang melibatkan perusahaan penerbangan ini. Berbagai aspek yang terkait dengan kesepakatan ini menunjukkan bahwa masalah ini tidak akan selesai begitu saja. Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab dan masih banyak isu yang membutuhkan penyelesaian yang mendalam dan menyeluruh.

Selain itu, kasus ini juga memberikan pelajaran bagi industri penerbangan dan dunia hukum tentang bagaimana penanganan kasus besar ini harus dilakukan secara adil dan transparan. Semua pihak yang terlibat, termasuk pihak korban dan pihak terdakwa, harus memiliki keadilan yang sama dalam proses hukum ini. Semoga dengan adanya kesepakatan ini, kasus ini dapat memberikan penyelesaian yang adil bagi semua pihak yang terlibat.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved