Belajar dari Thailand, Pemerintah Genjot Industri Otomotif Nasional Agar Tak Ditinggal Investor
Tanggal: 17 Mei 2025 13:16 wib.
Tampang.com | Pemerintah Indonesia tengah berupaya keras menyelamatkan industri otomotif nasional yang mulai lesu, dengan belajar dari pengalaman pahit Thailand. Negara tetangga itu mengalami pukulan berat akibat transisi cepat dari kendaraan konvensional ke kendaraan listrik yang tak dibarengi kesiapan industri secara menyeluruh.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, pemerintah Indonesia akan mendorong kebijakan harmonisasi energi untuk sektor otomotif. Tujuannya agar Indonesia tidak mengalami disrupsi industri seperti yang terjadi di Thailand, di mana pabrikan besar seperti Suzuki dan Honda menutup pabrik akibat merosotnya penjualan kendaraan berbahan bakar konvensional.
“Kita belajar dari Thailand. Peralihan mendadak ke kendaraan listrik menciptakan disrupsi. Indonesia harus bisa menyeimbangkan penggunaan kendaraan listrik dan konvensional,” ujar Airlangga di kantornya, Jumat (16/5/2025).
Kekuatan Indonesia: Biofuel dan Nikel
Airlangga menilai Indonesia memiliki keunggulan strategis dalam mengembangkan bauran energi otomotif. Di satu sisi, Indonesia merupakan salah satu produsen biofuel terbesar seperti biodiesel dan bioetanol, yang dapat membuat kendaraan konvensional lebih ramah lingkungan.
Di sisi lain, Indonesia juga merupakan produsen utama nikel dan kobalt, dua komponen penting dalam baterai kendaraan listrik. Bahkan, pengembangan ekosistem baterai berbasis litium tengah dilakukan di Morowali, Sulawesi Tengah, bekerja sama dengan Australia.
“Kita punya multiple energy source, dari biofuel hingga listrik. Itu jadi kekuatan kita untuk tetap menjaga keseimbangan industri otomotif,” kata Airlangga.
Industri Otomotif Nasional Tertekan
Lesunya industri otomotif Tanah Air sudah mulai terlihat. Berdasarkan data dari Gaikindo, penjualan mobil wholesales pada April 2025 hanya mencapai 70.895 unit, turun drastis sebesar 27,8 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara penjualan ritel juga merosot 25,5 persen, dari 76.582 unit pada Maret menjadi hanya 57.031 unit pada April 2025.
Bob Azam, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, menyampaikan kekhawatirannya. Menurutnya, pelemahan ini berisiko membuat investor hengkang dari Indonesia.
“Industri otomotif itu padat karya. Banyak yang bekerja di sektor ini, mulai dari pemasok hingga perusahaan pembiayaan dan asuransi. Kalau melemah, efeknya berantai,” tegas Bob.
Jalan Tengah: Hybrid dan Kendaraan Ramah Lingkungan
Dengan posisi Indonesia yang memiliki rantai pasok lengkap, pemerintah meyakini bahwa solusi terbaik saat ini adalah tidak berpihak secara ekstrem hanya ke kendaraan listrik. Penggunaan kendaraan hybrid dan teknologi ramah lingkungan berbasis combustion engine masih relevan dan dapat berjalan berdampingan.
Kebijakan ini diharapkan mampu menjaga stabilitas sektor otomotif, melindungi tenaga kerja, dan menarik kembali minat investor untuk berinvestasi di Indonesia.