Timnas U-23 Gagal ke Olimpiade, Netizen Minta Evaluasi Menyeluruh!
Tanggal: 18 Mei 2025 08:35 wib.
Tampang.com | Asa Timnas U-23 Indonesia untuk tampil di Olimpiade Paris resmi pupus usai kekalahan dramatis dalam laga play-off. Kekalahan ini bukan hanya menutup mimpi anak asuh pelatih muda berbakat, tapi juga kembali memantik perdebatan panjang soal pembinaan sepak bola nasional.
Dari Pahlawan ke Sasaran Kritik
Sempat dielu-elukan setelah lolos ke semifinal Piala Asia U-23, para pemain kini jadi sasaran kekecewaan. Netizen menyoroti menurunnya performa dan ketidaksiapan mental dalam pertandingan krusial.
“Kalau cuma jadi kejutan sesaat tanpa konsistensi, percuma. PSSI harus berani evaluasi,” tulis akun @bola_realita di media sosial, mewakili kekecewaan banyak fans.
Permasalahan Klasik yang Tak Kunjung Usai
Kritik publik bukan tanpa alasan. Persoalan teknis, minimnya jam terbang internasional, hingga keputusan taktis pelatih jadi bahan perbincangan. Namun, akar masalah yang lebih dalam justru menyasar ke sistem pembinaan yang dinilai tidak berkesinambungan.
“Timnas U-23 itu refleksi pembinaan usia muda. Kalau pondasinya lemah, jangan harap prestasi stabil,” ujar analis sepak bola nasional, Eko Permadi.
Kurangnya Persiapan dan Agenda Uji Coba
Ketika negara-negara lain mematangkan tim dengan laga-laga uji coba berkualitas, Timnas U-23 dinilai kurang pengalaman menghadapi lawan tangguh. Ini menjadi penyebab utama gugupnya permainan di fase-fase krusial.
Desakan Evaluasi Total PSSI
Meningkatnya ekspektasi publik terhadap sepak bola nasional dibarengi dengan tuntutan terhadap federasi. Evaluasi terhadap struktur kepelatihan, program pembinaan usia muda, hingga transparansi seleksi pemain mulai digaungkan.
“Kalau cuma gonta-ganti pelatih tanpa benahi sistem, akan terus gagal di momen besar,” tegas Eko.
Harapan Masih Ada, Asalkan Serius
Meski gagal ke Olimpiade, generasi muda sepak bola Indonesia tetap punya potensi besar. Namun, potensi saja tidak cukup. Butuh sistem yang mendukung, konsistensi latihan, dan arah jangka panjang yang jelas.
Tanpa itu, sepak bola Indonesia hanya akan menjadi kisah ‘hampir sukses’ yang terus terulang.