Sumber foto: google

Yenny Wahid soal Pertemuan Nahdliyin ke Israel: Tindakan yang Membutuhkan Kepahitan

Tanggal: 18 Jul 2024 22:01 wib.
Yenny Wahid, putri dari almarhum Gus Dur, Presiden ke-4 Republik Indonesia, mengomentari pertemuan lima kader Nahdlatul Ulama (NU) atau nahdliyin dengan Presiden Israel Issac Herzog sebagai tindakan yang bodoh. Menurutnya, perjuangan kemerdekaan Palestina tidak dapat diupayakan dengan cara yang sembarangan dan hanya memakan waktu singkat.

Sebagai Ketua Badan Pengembangan Inovasi Strategis (BPIS) PBNU, Yenny Wahid menegaskan bahwa diplomasi tidak dapat dibangun hanya dengan pertemuan singkat. Pesan yang dibawa dalam pertemuan tersebut harus jelas dan terstruktur. Menurutnya, pertemuan tersebut bukanlah tindakan naif, namun tindakan yang membutuhkan kebijaksanaan yang lebih dalam.

Yenny Wahid mengungkapkan bahwa Israel berusaha melibatkan para aktivis Islam di Indonesia untuk membangun citra terkait situasi di Palestina. Bahkan, Yenny juga mengakui bahwa dirinya sering diundang ke acara-acara yang diselenggarakan oleh Israel. Menurutnya, hal ini merupakan bagian dari upaya Israel untuk memperoleh dukungan dan legitimasi terhadap keberadaannya.

Lebih lanjut, Yenny meminta agar para nahdliyin yang bertemu dengan Presiden Israel untuk tidak seenaknya menggunakan nama organisasi dalam tindakan mereka. Menurut Yenny, jika tindakan semena-mena ini dibiarkan, maka akan banyak orang yang memanfaatkan nama NU untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya sendiri.

Pada kesempatan sebelumnya, foto pertemuan lima tokoh muda NU dengan Presiden Israel telah menimbulkan polemik di masyarakat. NU telah mengutuk keras pertemuan tersebut, terutama di tengah situasi genosida di Palestina yang masih terus berlangsung.

Kelima nahdliyin yang bertemu dengan Presiden Israel adalah Zainul Maarif, Munawir Aziz, Nurul Bahrul Ulum, Syukron Makmun, dan Izza Annafisah Dania. Mereka merupakan pengurus di badan otonom dan wilayah NU di tingkat provinsi.

Pasca pertemuan tersebut, mereka dihadapkan pada sanksi dari lembaga NU terkait. Salah satunya adalah Zainul Maarif, yang juga merupakan seorang dosen di Unusia, telah diberhentikan dari kepengurusan Lembaga Bahtsul Masail NU Jakarta oleh PWNU DKI.

Zainul menyampaikan permintaan maaf kepada organisasi NU dan masyarakat Indonesia mengenai pertemuan tersebut. Ia menjelaskan bahwa pertemuan dengan Presiden Israel merupakan inisiatif pribadi dan tidak terkait dengan NU.

Komentar Yenny Wahid mengenai tindakan para nahdliyin yang bertemu dengan Presiden Israel menyoroti pentingnya menjaga konsistensi dalam diplomasi dan kebijakan luar negeri, terutama terkait dengan isu sensitif seperti konflik Israel-Palestina. Keputusan untuk bertemu dengan tokoh-tokoh dari negara yang terlibat dalam konflik tersebut tidak hanya memberikan dampak pada level individu, namun juga pada level organisasi dan komunitas yang diwakili oleh para peserta pertemuan. Kerjasama antarbangsa yang diharapkan dapat memajukan perdamaian dan keadilan harus diiringi dengan pemahaman mendalam akan posisi dan kepentingan yang diwakili, serta dampak dari tindakan-tindakan yang diambil.

Dalam konteks ini, kebijakan internal dan pengawasan dalam organisasi seperti NU menjadi krusial untuk memastikan bahwa tindakan yang diambil oleh anggotanya tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan tujuan organisasi. Kejadian ini menunjukkan perlunya penegakan aturan serta mekanisme evaluasi dan implementasi kebijakan yang kuat dalam suatu organisasi, terutama terkait dengan isu-isu yang memiliki implikasi sosial dan politik yang besar.

Sebagai sebuah organisasi massa yang memiliki pengaruh besar dalam masyarakat Indonesia, NU perlu terus memperbaiki proses internalnya untuk mencegah terjadinya tindakan-tindakan yang dapat merugikan citra dan kepentingan organisasi. Dengan demikian, dipersilakan untuk menyelidiki atau mendalami lebih lanjut terkait dengan tindakan para kader NU yang bertemu dengan Presiden Israel, untuk mengetahui apakah ada instruksi atau koordinasi dari pihak-pihak tertentu dalam pengambilan keputusan tersebut.

Hal ini juga dapat menjadi pembelajaran bagi organisasi-organisasi lain dalam menghadapi tantangan dalam mengelola tindakan anggotanya yang dapat berdampak pada hubungan internasional dan konflik-konflik global. Keterbukaan, akuntabilitas, dan transparansi menjadi landasan utama dalam mengelola risiko terkait dengan keputusan-keputusan yang diambil oleh anggota organisasi, terutama dalam konteks yang sensitif seperti diplomasi dan isu-isu hak asasi manusia.

Sebagai kontributor masyarakat yang beragam, organisasi-organisasi massa seperti NU memiliki peran besar dalam pembentukan opini publik dan pengaruh terhadap kebijakan negara. Karena itu, langkah-langkah yang diambil untuk memastikan bahwa tindakan anggotanya tidak melanggar nilai-nilai dan prinsip-prinsip organisasi menjadi sangat penting dalam menjaga kredibilitas dan otonomi dalam berbagai kegiatan, terutama dalam relasi dengan aktor-aktor dari negara lain.

Pertemuan para nahdliyin dengan Presiden Israel telah memberikan banyak pelajaran dan pencerahan bagi berbagai pihak terkait, terutama dalam hal bagaimana mengelola isu-isu sensitif dalam konteks hubungan internasional, diplomasi, dan representasi kepentingan nasional dan global. Mencari pemahaman yang lebih dalam, komprehensif, dan kontekstual terhadap isu-isu ini adalah langkah yang diperlukan untuk mencegah terjadinya tindakan yang dapat merugikan kepentingan bersama dan menjaga integritas organisasi dan komunitas yang diwakili.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved