Wilmar Group Milik Siapa? Ini Profil Raksasa Sawit yang Kembalikan Dana Rp 11 Triliun di Kasus Korupsi Ekspor CPO
Tanggal: 19 Jun 2025 10:12 wib.
Wilmar Group kembali mencuri perhatian publik setelah lima anak perusahaannya resmi dihadapkan ke meja hijau dalam kasus dugaan korupsi terkait ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan penyitaan dana senilai Rp 11,8 triliun terkait Wilmar Group yang berstatus sebagai tersangka korporasi dalam perkara ini.
Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Sutikno, mengungkapkan bahwa jumlah uang yang disita merupakan hasil penilaian kerugian negara yang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta para ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia menjelaskan, "Kerugian tersebut terdiri dari kerugian keuangan negara, keuntungan ilegal, serta kerugian perekonomian negara. Total keseluruhannya mencapai Rp 11.880.351.802.619," seperti yang dikutip dari pemberitaan Kompas.com.
Daftar anak perusahaan Wilmar Group yang menjadi terdakwa mencakup:
1. PT Multimas Nabati Asahan
2. PT Multinabati Sulawesi
3. PT Sinar Alam Permai
4. PT Wilmar Bioenergi Indonesia
5. PT Wilmar Nabati Indonesia
Sementara itu, para pejabat dan manajer hukum dari Wilmar juga menjadi bagian dari daftar tersangka dalam kasus ini, menunjukkan dampak luas dari skandal yang melanda raksasa kelapa sawit ini.
Sekarang, mari kita lihat lebih jauh mengenai siapa sesungguhnya pemilik Wilmar Group. Wilmar Group merupakan perusahaan multinasional yang bergerak di sektor agribisnis dan minyak sawit, didirikan pada tahun 1991 oleh dua pengusaha sukses, Kuok Khoon Hong dan Martua Sitorus. Perusahaan pertama yang mereka dirikan adalah Wilmar Trading Pte Ltd di Singapura dengan hanya lima karyawan dan modal awal sebesar 100.000 dollar Singapura.
Dalam waktu yang relatif singkat, Wilmar berhasil mendirikan perkebunan kelapa sawit pertamanya di Sumatera Barat seluas 7.000 hektar melalui PT Agra Masang Perkasa (AMP). Sejak saat itu, mereka terus melakukan ekspansi, membangun kilang, serta mengakuisisi pabrik di berbagai wilayah Indonesia seperti Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan.
Memasuki awal tahun 2000-an, Wilmar mulai memasarkan produk minyak goreng dengan merek sendiri, salah satunya adalah Sania. Pada tahun 2005, mereka melakukan akuisisi terhadap PT Cahaya Kalbar Tbk, sebuah perusahaan yang memproduksi lemak dan minyak khusus untuk industri makanan. Pada tahun 2006, Wilmar Trading Pte Ltd berganti nama menjadi Wilmar International Limited dan resmi terdaftar di Bursa Efek Singapura.
Hingga saat ini, Wilmar Group telah menjadi salah satu pemain dominan dalam industri kelapa sawit global. Sampai dengan 31 Desember 2020, total lahan yang mereka kelola mencapai 232.053 hektar, di mana 65 persen di antaranya berada di Indonesia. Lokasi perkebunan mereka tersebar di Sumatera, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah, sementara sisa lahan berada di Malaysia, Uganda, dan Afrika Barat.
Dalam laporan resminya, Wilmar menjelaskan bahwa di Indonesia, perkebunannya terletak di Sumatera, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah, sedangkan di Malaysia tersebar di wilayah Sabah dan Sarawak. Wilmar juga mengelola lebih dari 35.000 hektar lahan yang berada di bawah skema petani kecil serta menjalin kemitraan dengan petani di Afrika dan Indonesia.
Selain fokus pada produksi minyak sawit mentah, Wilmar juga merupakan produsen minyak nabati kemasan terbesar di dunia. Berbagai merek minyak goreng di Indonesia, seperti Sania, Fortune, Siip, dan Sovia, merupakan produk yang dihasilkan oleh Wilmar. Tak hanya minyak, Wilmar juga memiliki lini bisnis yang meliputi beras, tepung, mie, dan bumbu masak. Dalam sektor pupuk, Wilmar juga diakui sebagai salah satu pemain terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi mencapai 1,2 juta metrik ton per tahun.