Wamentan Tak Setuju Program MBG Pakai Susu Kedelai, Alasannya Ini
Tanggal: 13 Sep 2024 12:48 wib.
Pemerintah Indonesia tengah merumuskan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang diperuntukkan bagi anak-anak di sekolah. Program ini bertujuan untuk memberikan asupan protein yang cukup bagi para siswa, namun masih menghadapi kendala dalam hal pemenuhan susu sapi. Dalam mencari alternatif susu pengganti, sejumlah usulan muncul, termasuk susu ikan, susu kambing, dan susu kedelai. Namun, Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menolak usulan untuk menggunakan susu kedelai dalam program ini. Alasannya, Indonesia saat ini masih mengimpor 95% kebutuhan kedelai.
Pada tanggal 12 September 2024, Sudaryono mengemukakan pendapatnya terkait usulan penggunaan susu kedelai untuk program MBG. Ia menyatakan agar tidak menggunakan susu kedelai dan lebih memilih impor susu sapi jika perlu. Alasannya adalah untuk mencari sumber protein yang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti susu sapi. Sudaryono menegaskan bahwa program MBG harus memiliki kandungan protein yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak sekolah.
Menurutnya, Indonesia dapat mencari substitusi untuk susu dan daging sapi yang belum dapat dipenuhi atau masih mengalami ketergantungan impor. Alternatif tersebut meliputi sumber protein lain yang sudah berlimpah di Indonesia, seperti telur, ayam, dan ikan. Hal ini dilakukan untuk menjaga nilai gizi tetap seimbang tanpa harus bergantung pada susu sapi atau kedelai.
Saat ini, kedelai masih belum dapat menjadi produk substitusi untuk program MBG. Namun, pemerintah telah merencanakan langkah-langkah untuk mengatasi ketergantungan impor kedelai guna mencapai swasembada. Meskipun demikian, rencana swasembada kedelai belum dapat terlaksana pada tahun 2025, karena fokus pemerintah masih pada pencapaian swasembada beras terlebih dahulu. Sudaryono menekankan bahwa swasembada kedelai adalah bagian dari agenda penting, namun harus menyelesaikan masalah karbohidrat terlebih dahulu.
Setelah pematangan swasembada beras, pemerintah akan memulai upaya untuk mencapai swasembada komoditas lain, termasuk kedelai. Upaya ini dilakukan melalui penggarapan food estate hortikultura dan komoditas lainnya. Food estate ini dapat didedikasikan untuk komoditas-komoditas yang dibutuhkan untuk mencapai program swasembada, seperti cabai, bawang, hingga kedelai.
Langkah-langkah ini dipandang sebagai bagian penting dalam menciptakan ketahanan pangan dan keamanan gizi bagi masyarakat. Dengan demikian, pemerintah terus mengupayakan dan memprioritaskan upaya tersebut guna mencapai tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan yang lebih baik.
Data menunjukkan bahwa Indonesia masih mengalami ketergantungan impor kedelai sebesar 95% dari kebutuhan nasional. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa susu kedelai tidak disambut baik oleh Wamentan Sudaryono sebagai alternatif pengganti susu sapi dalam program MBG. Implementasi program susu ikan menjadi perhatian lebih lanjut, seiring pabriknya yang sudah ada dan ketersediaan produksi dalam negeri.
Para penggagas program ini perlu terus melakukan penelitian lebih lanjut dan bersinergi dengan kementerian dan pihak terkait untuk menemukan solusi terbaik yang dapat mendukung program MBG. Pembahasan tentang alternatif susu pengganti untuk program ini perlu didukung oleh data dan wawasan luas tentang situasi industri kedelai dan produksi susu di Indonesia.
Dengan adanya rencana pemenuhan kebutuhan protein bagi anak-anak sekolah melalui program MBG, pihak terkait perlu mencari solusi yang tepat. Seiring dengan langkah pemerintah dalam merumuskan kebijakan swasembada kedelai, diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi ketahanan pangan dan gizi di Indonesia.
Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk memahami dampak penggunaan alternatif sumber protein, seperti susu kedelai, susu ikan, dan susu kambing terhadap pemenuhan gizi anak-anak. Ketersediaan produksi dalam negeri, potensi impor, serta kebijakan swasembada kedelai menjadi faktor penting dalam memutuskan alternatif susu pengganti yang paling tepat untuk program MBG.