Sumber foto: Google

Wacana Revisi UU Pemilu Jelang 2029, Demokrasi Kita Mau Dibawa ke Mana?

Tanggal: 11 Mei 2025 09:53 wib.
Tampang.com | Pemerintah dan DPR kembali mewacanakan revisi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada menjelang Pemilu 2029. Langkah ini memicu berbagai respons dari masyarakat sipil, akademisi, hingga penyelenggara pemilu yang mempertanyakan urgensinya. Apa sebenarnya yang sedang dipersiapkan?

Revisi Dini, Publik Curiga Ada Agenda Tersembunyi

Meski Pemilu 2029 masih jauh, revisi dini terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Pilkada dianggap tak wajar. Sejumlah pihak menduga langkah ini sarat kepentingan politik, apalagi jika menyangkut sistem pemilihan, jadwal pilkada, dan penguatan kewenangan partai politik.

“Kalau revisi dilakukan hanya untuk kepentingan elite, maka ini kemunduran serius dalam demokrasi,” tegas Dodi Kurniawan, peneliti dari Perludem.

Pilkada Serentak November 2024, Tapi Diubah Lagi?

Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan bahwa Pilkada Serentak Nasional akan dilaksanakan pada November 2024. Namun, wacana revisi membuka kemungkinan penyesuaian jadwal atau mekanisme teknis lain, yang justru berpotensi membingungkan publik dan menyulitkan penyelenggara pemilu.

“KPU sedang bekerja keras mempersiapkan Pilkada 2024. Kalau regulasinya berubah di tengah jalan, itu akan mengacaukan semuanya,” kata anggota KPU yang tak mau disebut namanya.

Potensi Revisi Sistem Pemilu, Ancaman Representasi Rakyat

Isu lain yang mencuat adalah kemungkinan perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup. Jika ini terjadi, rakyat tak lagi memilih langsung caleg, melainkan hanya partai.

“Ini langkah mundur. Publik harus kritis terhadap setiap upaya mengurangi partisipasi langsung dalam demokrasi,” ujar Dodi.

Minim Partisipasi Publik, Bahaya Demokrasi Elitis

Sayangnya, pembahasan revisi UU Pemilu cenderung dilakukan tertutup, tanpa partisipasi publik yang memadai. Padahal, perubahan sistem pemilu menyangkut hak warga negara secara langsung.

“Kalau publik tak dilibatkan, revisi ini bisa menciptakan demokrasi semu—diatur segelintir elite untuk mempertahankan kekuasaan,” tambahnya.

Solusi: Transparansi dan Konsultasi Publik Wajib Dikedepankan

Para pegiat demokrasi menegaskan bahwa jika revisi tetap dilakukan, maka prosesnya harus transparan, akuntabel, dan berbasis konsultasi publik luas. Demokrasi tak bisa hanya diserahkan pada meja legislatif dan pemerintah.

“Pemilu bukan urusan elite. Ini soal masa depan bangsa. Semua warga negara harus diajak bicara,” tegas Dodi.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved