Vonis Ringan untuk I Wayan Agus Suartama, Hakim Pertimbangkan Kondisi Difabel dan Usianya
Tanggal: 28 Mei 2025 11:13 wib.
Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) baru saja menjatuhkan vonis kepada I Wayan Agus Suartama, yang lebih dikenal sebagai Agus Difabel, dengan hukuman penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 100 juta. Kasus yang menjerat Agus berkaitan dengan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan terhadap sejumlah perempuan di wilayah Mataram. Vonis ini terbilang lebih ringan dibandingkan tuntutan yang diajukan oleh pihak jaksa, yang sebelumnya meminta agar Agus dijatuhi hukuman penjara selama 12 tahun.
Ketua majelis hakim, Mahendrasmara Purnamajati, ketika membacakan putusan tersebut, menyebutkan bahwa usia Agus yang masih muda menjadi salah satu faktor yang meringankan hukuman tersebut. "Ada hal-hal yang dapat meringankan, di antaranya adalah usia terdakwa yang masih relatif muda," ungkap Mahendrasmara saat persidangan, pada hari Senin (27/5/2025). Agus sendiri diketahui baru berusia 22 tahun, dan hakim menyiratkan harapan agar pria yang mengalami disabilitas fisik dengan kehilangan kedua tangannya itu dapat melakukan introspeksi serta memperbaiki dirinya ke depannya.
Selain mempertimbangkan usia, sikap tertib dan sopan Agus selama jalannya persidangan juga menjadi alasan lainnya yang meringankan putusan. Namun, di sisi lain, hakim tidak dapat mengabaikan dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindakan Agus. "Perilaku terdakwa telah menyebabkan trauma yang mendalam kepada para korban," ucap hakim sambil menekankan pentingnya memikirkan akibat yang ditimbulkan bagi masyarakat. "Tindakan terdakwa telah menciptakan keresahan di antara warga," tambahnya, menunjukkan keprihatinan terhadap keadaan sosial yang diakibatkan oleh kasus ini.
Sebagai tambahan atas hukuman penjara yang dijatuhkan, hakim juga memutuskan untuk mengenakan denda sebesar Rp 100 juta. "Apabila denda ini tidak dibayarkan, maka akan ada tambahan hukuman penjara selama tiga bulan," jelas hakim, memberikan penegasan tentang konsekuensi yang harus dihadapi Agus keluarganya.
Kasus ini menarik perhatian banyak pihak, tidak hanya karena faktor empat korban yang menjadi saksi dan dampak sosial yang besar, tetapi juga karena melibatkan seorang individu difabel yang terlibat dalam tindakan kriminal. Keputusan hakim diharapkan dapat memberikan gambaran tentang bagaimana sistem hukum melihat perbedaan kondisi di antara terdakwa dan mempertimbangkan rehabilitasi bagi mereka yang berpotensi untuk berubah setelah menjalani proses hukum.