Transportasi Publik Sudah Banyak, Tapi Macet Jakarta Justru Makin Gila!

Tampang.com | Pemerintah DKI Jakarta dan pusat telah menginvestasikan triliunan rupiah untuk memperkuat sistem transportasi publik, dari MRT, LRT, hingga Transjakarta. Namun, realitas di lapangan masih memprihatinkan: kemacetan justru semakin parah, bahkan melebihi sebelum pandemi.

Angkutan Massal Tambah, Tapi Kendaraan Pribadi Tak Kunjung Berkurang
MRT, LRT, dan Transjakarta memang terus berkembang. Tapi tanpa pembatasan kendaraan pribadi secara tegas, pertambahan moda transportasi ini belum mampu menurunkan volume kendaraan. Bahkan, jumlah mobil dan motor terus meningkat tiap tahunnya.

“Percuma bangun rel dan halte baru kalau orang tetap beli mobil tiap lebaran,” ujar Dodi, peneliti transportasi dari ITL Trisakti.

Pendekatan Infrastruktur Tak Dibaringi Perubahan Perilaku
Pemerintah terlalu fokus pada pembangunan fisik, namun mengabaikan pentingnya edukasi publik dan penataan tata ruang. Banyak warga enggan beralih ke angkutan umum karena masih kurang nyaman, kurang terintegrasi, dan tidak fleksibel.

Ruang Jalan Tak Bertambah, Tapi Mobil Pribadi Terus Menumpuk
Kota ini tak lagi sanggup menampung volume kendaraan. Bahkan proyek perluasan jalan malah kontraproduktif, karena makin mendorong penggunaan kendaraan pribadi. Kebijakan ganjil-genap pun belum efektif jangka panjang.

Solusi: Integrasi Moda, Disinsentif Kendaraan Pribadi, dan Tata Ruang Pro-Rakyat
Pakar mendorong penerapan kebijakan lebih berani seperti ERP (Electronic Road Pricing), pembatasan parkir, hingga pembangunan permukiman padat yang dekat dengan stasiun dan halte.

“Kita harus berani berpihak pada angkutan umum, bukan terus-menerus memanjakan kendaraan pribadi,” tegas Dodi.

Jakarta Tak Bisa Bebas Macet Tanpa Reformasi Mobilitas yang Menyeluruh
Transportasi publik saja tidak cukup. Perlu reformasi menyeluruh yang menyentuh kebiasaan masyarakat, pola pembangunan kota, dan keberanian politik untuk mengubah status quo.