Sumber foto: Google

Transportasi Publik Belum Efektif, Kemacetan di Kota Besar Kian Tak Terkendali!

Tanggal: 11 Mei 2025 07:55 wib.
Tampang.com | Jakarta, Bandung, Surabaya, hingga Medan kini menghadapi lonjakan kemacetan yang kian parah. Di tengah upaya pemerintah mengembangkan transportasi publik seperti MRT, LRT, dan BRT, kenyataan di lapangan menunjukkan efektivitasnya masih jauh dari harapan. Banyak warga masih bergantung pada kendaraan pribadi karena berbagai faktor.

Transportasi Umum Tak Terjangkau dan Kurang Terintegrasi

Meski infrastruktur transportasi publik terus dibangun, namun aksesibilitasnya masih terbatas. Banyak wilayah pemukiman tidak terjangkau oleh jalur angkutan umum, sehingga warga tetap memilih menggunakan sepeda motor atau mobil pribadi.

“Transportasi publik masih belum menyentuh kebutuhan harian masyarakat secara menyeluruh. Banyak yang harus naik ojek dulu untuk ke halte atau stasiun,” kata Dedi Kusuma, pengamat transportasi dari ITL Trisakti.

Kemacetan Memburuk, Waktu Tempuh Naik Drastis

Laporan TomTom Traffic Index 2024 menunjukkan bahwa waktu tempuh di Jakarta meningkat hingga 22% dibanding tahun sebelumnya. Kota lain seperti Semarang dan Makassar juga mengalami lonjakan serupa, bahkan tanpa memiliki sistem transportasi massal yang memadai.

“Pembangunan jalan terus dilakukan, tapi jumlah kendaraan bertambah lebih cepat,” ujar Dedi.

Minimnya Regulasi Pengendalian Kendaraan Pribadi

Pemerintah dinilai kurang tegas dalam membatasi kendaraan pribadi. Kebijakan seperti ganjil-genap atau ERP (Electronic Road Pricing) masih terbatas implementasinya, atau bahkan ditunda karena penolakan.

“Saat transportasi publik belum jadi pilihan utama, pembatasan kendaraan pribadi memang jadi isu sensitif. Tapi tanpa kebijakan berani, kemacetan tidak akan pernah selesai,” jelas Dedi.

Solusi: Integrasi Moda dan Perluasan Akses

Pakar transportasi menyarankan agar pemerintah tidak hanya fokus membangun infrastruktur besar, tapi juga memperkuat konektivitas mikro—seperti feeder bus, jalur sepeda, dan kawasan TOD (Transit Oriented Development). Selain itu, tarif harus dibuat terjangkau dan sistem pembayaran disederhanakan.

“Kita butuh transportasi publik yang nyaman, murah, dan bisa diandalkan. Bukan sekadar proyek pencitraan,” tegas Dedi.

Kemacetan Bukan Sekadar Masalah Jalan, Tapi Akar Tata Kota

Masalah kemacetan tidak hanya soal transportasi, tapi juga tata ruang yang buruk, pemukiman yang jauh dari pusat kerja, dan budaya mobilitas yang belum berubah. Butuh pendekatan lintas sektor dan kebijakan jangka panjang.

“Kalau tidak diubah dari akar, kota-kota Indonesia hanya akan terus disesaki mesin, bukan manusia,” tutup Dedi.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved