Tom Lembong Resmi Ajukan Banding Vonis 4,5 Tahun Penjara
Tanggal: 23 Jul 2025 08:49 wib.
Mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Thomas Trikasih Lembong, lebih dikenal sebagai Tom Lembong, telah secara resmi mengajukan banding terkait vonis 4,5 tahun penjara yang dijatuhkan kepadanya dalam sebuah kasus korupsi terkait importasi gula. Penasihat hukum Tom, Zaid Mushafi, mengungkapkan bahwa langkah banding ini telah diajukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakart pada hari Selasa, 22 Juli.
Zaid menyatakan, pengajuan banding tersebut dilakukan karena pihaknya merasa bahwa Majelis Hakim yang menangani kasus ini telah mengabaikan beberapa bukti penting yang terungkap selama persidangan. Ia menginginkan agar keputusan tersebut ditinjau kembali. "Kami akan membantah semua hal yang menjadi pertimbangan oleh Majelis Hakim dalam vakum putusan yang mereka buat," tegas Zaid di hadapan para wartawan.
Dalam proses banding itu, tim penasihat hukum berkomitmen untuk mendemonstrasikan bahwa klien mereka tidak bersalah dalam kasus ini dan harus dibebaskan. Mengingat markah waktu yang ketat, Zaid menambahkan, "Kami tetap meminta agar Pak Tom dinyatakan bebas. Pernyataan sebelumnya sudah dijelaskan oleh Pak Ari Yusuf Amir, bahwa merekalah yang akan mengajukan banding jika harda satu hari Pak Tom ditahan."
Dalam konteks hukum yang lebih luas, Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung) Anang Supriatna menyampaikan bahwa banding adalah hak dari setiap terdakwa dan penasihat hukumnya, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Anang juga mengingatkan bahwa pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) memiliki hak yang setara untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut. JPU diberikan waktu tujuh hari untuk mengambil keputusan setelah vonis dibacakan.
Seiring dengan proses pengajuan banding ini, perlu diingat bahwa majelis hakim sebelumnya telah memutuskan bahwa Tom Lembong harus menjalani hukuman penjara selama 4,5 tahun dan membayar denda sebesar Rp 750 juta. Jika denda tersebut tidak dilunasi, ada kemungkinan dia akan menghadapi hukuman tambahan berupa penjara selama 6 bulan. Namun, menariknya, Tom tidak diwajibkan untuk membayar uang pengganti, karena hakim menilai bahwa ia tidak memperoleh keuntungan dari perbuatan yang dituduhkan.
Selain itu, Tom Lembong menunjukkan rasa kecewa terhadap keputusan hakim, yang menurutnya terkesan menyalin tuntutan yang diajukan oleh pihak JPU dan mengabaikan hampir semua fakta yang terungkap dalam persidangan. “Keputusan hakim tampak seperti hasil copy-paste saja dari tuntutan jaksa, dan mereka justru mengabaikan sejumlah bukti penting, terutama keterangan dari saksi dan ahli yang kami hadirkan,” keluh Tom usai sidang.
Kasus ini menarik perhatian publik, tidak hanya karena latar belakang Tom Lembong sebagai mantan pembantu presiden di bidang perdagangan, tetapi juga karena isu korupsi di Indonesia yang masih merupakan masalah serius yang harus dihadapi. Dukungan publik terhadap Tom juga tampak, di mana sebagian pendukungnya datang ke pengadilan mengenakan kaus yang menunjukkan solidarity kepada mantan menteri tersebut.
Tindakan lebih lanjut dari pihak JPU maupun bagaimana perkembangan dalam banding ini akan menjadi sorotan masyarakat, mengingat pentingnya transparansi dalam sistem hukum Indonesia. Penanganan kasus ini diharapkan dapat memperjelas posisi hukum Tom Lembong serta dampaknya terhadap peta politik dan sosial di dalam negeri.