Tiga Tantangan Besar Pendidikan Indonesia, Ini Strategi Mendikdasmen Abdul Mu'ti
Tanggal: 5 Mei 2025 07:36 wib.
Tampang.com | Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menyuarakan keprihatinannya terhadap hasil pendidikan nasional, terutama dalam aspek kemampuan dasar siswa. Dalam paparannya di Konsolidasi Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah 2025, ia menyebut data Studi PISA 2022 menunjukkan bahwa 82 persen siswa usia 15 tahun memiliki kemampuan matematika di bawah standar internasional.
Tak hanya itu, 75 persen siswa usia sama juga menunjukkan kemampuan membaca yang rendah, menandakan mereka kesulitan memahami gagasan utama dari teks yang panjang.
“Siswa belum bisa mengaitkan matematika dengan kehidupan nyata dan mengalami kesulitan memahami informasi dari teks bacaan yang kompleks,” ujar Abdul Mu'ti.
Kesenjangan Kualitas Pendidikan Antar Wilayah Masih Tinggi
Tantangan kedua yang disoroti adalah kesenjangan hasil belajar antar daerah. Berdasarkan Asesmen Nasional 2024 jenjang SMP/MTs, ditemukan perbedaan mencolok: ada wilayah yang 70 persen siswanya memenuhi standar literasi dan numerasi, namun ada juga daerah lain yang bahkan tak sampai 40 persen.
“Kondisi ini menunjukkan perlunya intervensi khusus, terutama di wilayah timur Indonesia. Peran pemerintah daerah menjadi kunci utama untuk mengatasi ketimpangan ini,” tegas Mendikdasmen.
Infrastruktur Sekolah Rusak Masih Jadi Masalah Klasik
Tantangan ketiga yang tak kalah penting adalah kondisi sarana dan prasarana sekolah yang masih jauh dari layak. Mengacu pada data BPS 2024:
Sekolah Dasar: 49% rusak sedang, 11% rusak berat
SMP: 42% rusak sedang, 7% rusak berat
SMA: 33% rusak sedang, 6% rusak berat
SMK: 33% rusak sedang, 3% rusak berat
Kerusakan ini tentu menghambat proses belajar-mengajar, terlebih di sekolah yang menjadi tumpuan pendidikan di daerah.
Strategi Perubahan: Literasi, Teknologi, dan Karakter
Menghadapi ketiga tantangan tersebut, Mendikdasmen memaparkan sejumlah program prioritas. Di antaranya:
Pemerataan kesempatan belajar melalui wajib belajar 12 tahun
Perbaikan infrastruktur sekolah
Penguatan literasi, numerasi, sains dan teknologi
Pengembangan karakter dan talenta siswa
Pendidikan coding dan kecerdasan buatan
Tes evaluasi TKA dan pendekatan pembelajaran mendalam (deep learning)
Fokus ke Guru dan Peran Pemerintah Daerah
Guru menjadi ujung tombak perubahan. Untuk itu, pemerintah berkomitmen melakukan:
Redistribusi guru ASN ke sekolah swasta
Perbaikan sistem pengelolaan kinerja guru dan kepala sekolah
Peningkatan kesejahteraan dan kualifikasi guru
Selain itu, Mendikdasmen juga menekankan pentingnya sinergi dengan pemerintah daerah, mengingat 48 persen dari total anggaran pendidikan nasional tahun 2025 senilai Rp 724,3 triliun ditransfer langsung ke daerah.
“Kemendikdasmen hanya mengelola sekitar Rp 33,5 triliun. Selebihnya ada di tangan pemerintah daerah. Maka kolaborasi dan pemanfaatan Rapor Pendidikan menjadi kunci perencanaan pendidikan yang tepat sasaran,” tandasnya.
Capaian Positif: APK Meningkat Signifikan
Meski menghadapi banyak tantangan, capaian positif tetap terlihat. Salah satunya adalah peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK):
Usia 5–6 tahun: 74,15%
Usia 7–12 tahun: 99,19%
Usia 13–15 tahun: 96,17%
Usia 16–18 tahun: 74,64%
Anggaran pendidikan yang meningkat sejak 2009 turut mendukung capaian ini. Dari Rp 208,3 triliun di tahun 2009 menjadi Rp 724,3 triliun di tahun 2025.