Sumber foto: website

Terlibat Kasus Narkoba, 2 Anggota DPRD Mentawai Terancam Dipecat

Tanggal: 26 Sep 2024 05:46 wib.
Dua dari tiga tersangka anggota DPRD Mentawai terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkoba di salah satu hotel di Kota Padang, Sumatera Barat. Hal tersebut membuat kedua anggota DPRD tersebut, S (55) dari Partai Nasdem dan MS (54) dari Partai Gerindra, kini menghadapi ancaman pemecatan dan di PAW.

Ketua DPD Nasdem Kabupaten Kepulauan Mentawai, Bruno Guimek, dengan tegas menyatakan bahwa pihaknya akan memberikan sanksi kepada anggotanya yang terlibat dalam kasus hukum terkait dengan narkoba. Bruno juga mengungkapkan keprihatinannya atas kejadian ini, dan menegaskan bahwa sanksi yang diberikan bisa berupa pemecatan atau pergeseran melalui mekanisme PAW.

Namun demikian, Bruno menekankan bahwa keputusan terkait sanksi tersebut akan disampaikan oleh DPW Nasdem Sumatera Barat dan DPP Nasdem Pusat. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan terkait sanksi bukan semata-mata berada di tangan DPD, melainkan juga melalui mekanisme keputusan dari tingkatan yang lebih tinggi dalam struktur partai.

Lebih lanjut, Bruno menyampaikan bahwa pihaknya sudah mengkomunikasikan penangkapan anggota DPRD Mentawai kepada DPW dan DPP, dan kini menunggu keputusan dari pusat terkait tindak lanjut yang akan diambil. Hal ini menandakan bahwa partai politik juga mengedepankan prosedur internal dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan anggotanya.

Sementara proses hukum sedang berjalan, Bruno juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan melakukan intervensi kepada kepolisian. Hal ini menggarisbawahi komitmen partai untuk mematuhi proses hukum yang berlaku, dan menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus kepada aparat penegak hukum.

Di sisi lain, Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Kepulauan Mentawai, Maru Saerejen, menyatakan bahwa partainya juga akan memberikan sanksi kepada anggotanya yang terlibat dalam kasus yang melanggar hukum, termasuk penyalahgunaan narkoba. Maru menegaskan bahwa partainya tidak akan pernah membela perbuatan tercela yang dilakukan oleh kader partai.

Namun demikian, Maru menjelaskan bahwa sebagai ketua DPC, kewenangannya terbatas, dan keputusan terkait sanksi akan melalui mekanisme koordinasi dan pelaporan kepada pimpinan partai secara berjenjang, hingga ke DPD. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan terkait sanksi di dalam partai juga melalui serangkaian prosedur yang telah ditetapkan.

Maru juga menyoroti adanya lembaga di dalam partai yang memiliki peran dalam menentukan sanksi etik, yaitu Mahkamah Partai, dan keputusan dari lembaga ini akan menjadi dasar bagi keputusan dari DPP. Hal ini menunjukkan bahwa partai politik memiliki mekanisme internal yang diatur secara rapi untuk menangani pelanggaran etik dari anggotanya.

Sementara itu, Kapolresta Padang, Kombes Pol Ferry Harahap, menjelaskan kronologis penangkapan terhadap tiga anggota DPRD yang terlibat dalam kasus narkoba ini. Penangkapan bermula dari pengembangan penangkapan AA (52) yang merupakan terduga pekerja swasta. AA dihentikan oleh tim narkoba Polresta Padang di Jl. Parak Gadang Raya Kelurahan Parak Gadang Timur, Kecamatan Padang Timur Kota Padang.

Setelah dilakukan penyelidikan terhadap AA, tim narkoba kemudian melacak keberadaan S (55) dan kedua MS (51 dan 54) yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba. Penyelidikan berlanjut hingga ke hotel tempat para tersangka berada, dan didapati barang bukti serta keterangan yang menegaskan keterlibatan mereka dalam kasus ini.

Keterlibatan anggota DPRD dalam kasus narkoba merupakan hal yang serius, karena selain mencoreng citra institusi legislatif, juga menimbulkan dampak terhadap marwah partai politik yang mereka wakili. Oleh karena itu, penanganan kasus yang melibatkan anggota DPRD perlu memperhatikan aspek etika dan kepatutan dalam menanggapi tindakan yang melanggar hukum tersebut.

Kasus ini juga memberikan catatan penting bahwa pencegahan penyalahgunaan narkoba di kalangan pejabat publik perlu diperkuat, baik melalui pendidikan dan sosialisasi anti-narkoba, pengawasan internal partai politik, maupun ketegasan dalam menindak pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPRD atau pejabat publik lainnya.

Penyalahgunaan narkoba tidak hanya merugikan individu yang terlibat, tetapi juga merusak citra institusi, partai politik, dan marwah lembaga legislatif. Oleh karena itu, penegakan aturan dan etika dalam hal ini sangat penting untuk menjaga kehormatan dan kewibawaan dari para anggota DPRD dan pejabat publik lainnya.

Dalam hal ini, partai politik memiliki peran sentral dalam menegakkan disiplin dan kepatutan dari anggotanya, dengan mengikuti prosedur dan mekanisme yang telah ditetapkan. Hal ini juga mendorong transparansi dalam penanganan kasus-kasus terkait pelanggaran etika, serta menunjukkan komitmen partai politik dalam menjaga moralitas dan kepatutan dari para anggotanya.

Pemberian sanksi kepada anggota partai yang terlibat dalam kasus narkoba atau pelanggaran hukum lainnya juga dapat menjadi contoh bagi masyarakat bahwa partai politik bertanggung jawab dalam menegakkan aturan dan moralitas di dalam lembaga legislatif. Dengan demikian, mekanisme penegakan disiplin dan etika internal partai politik dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam menjaga integritas institusi legislatif.

Kasus penyalahgunaan narkoba yang melibatkan anggota DPRD juga menjadi momentum bagi partai politik untuk memperkuat sistem pengawasan internal dan pertanggungjawaban dari para kader. Dengan adanya mekanisme yang jelas dan transparan, partai politik dapat memberikan sinyal kuat bahwa pelanggaran etika dan hukum tidak akan ditoleransi, dan tindakan tegas akan diambil untuk menjaga citra dan kredibilitas partai.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved