Sumber foto: Bisnis Style

Temuan Mengejutkan di Pulau Buton: Kadal Buta Baru dengan Keunikan yang Belum Pernah Terungkap

Tanggal: 25 Mei 2025 01:04 wib.
Penemuan baru yang menggemparkan dunia ilmu pengetahuan datang dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Tim peneliti BRIN berhasil mengidentifikasi dan mendeskripsikan spesies kadal buta baru yang unik dan hanya ditemukan di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Spesies ini merupakan bagian dari genus Dibamus, yang dikenal sebagai kadal yang hidup secara tersembunyi dan memiliki ciri khas yang sangat berbeda dari kadal biasa.

Spesies baru ini diberi nama Dibamus oetamai, sebagai bentuk penghormatan kepada almarhum Jakob Oetama, seorang tokoh penting yang berkontribusi besar dalam perkembangan jurnalisme di Indonesia. Selain nama ilmiahnya, kadal ini juga mendapat julukan lokal sebagai Kadal Buta Buton, sesuai dengan daerah asalnya yang sangat spesifik.

Menurut Awal Riyanto, Peneliti Ahli Madya di Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, kadal dari genus Dibamus merupakan jenis reptil yang hidup secara fosorial, yaitu kebiasaan hidup di dalam tanah. Ciri fisik yang paling mencolok adalah bentuk tubuhnya yang menyerupai cacing, dengan mata yang mengalami degenerasi sehingga tampak buta. Selain itu, betina dari spesies ini tidak memiliki kaki, sedangkan jantannya hanya memiliki kaki vestigial yang berbentuk seperti flap kecil, sebuah ciri yang cukup langka dan menarik dalam dunia reptil.

Sebelumnya, kadal buta jenis Dibamus novaeguineae dianggap sebagai spesies yang tersebar luas di berbagai wilayah Indonesia, seperti Papua, Maluku, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Namun, penelitian mendalam yang menggabungkan studi morfologi dan biogeografi menunjukkan bahwa populasi kadal buta yang ditemukan di Pulau Buton sebenarnya memiliki karakteristik yang berbeda dari Dibamus novaeguineae. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan Dibamus oetamai merupakan spesies baru yang selama ini belum teridentifikasi secara ilmiah.

Penemuan ini memberikan gambaran yang sangat penting tentang keragaman hayati Indonesia, terutama di wilayah Wallacea, yang dikenal sebagai hotspot keanekaragaman hayati dunia. Wilayah ini menyimpan banyak spesies unik yang belum banyak diketahui oleh dunia ilmiah. Awal Riyanto menegaskan bahwa temuan Dibamus oetamai membuktikan bahwa masih banyak keanekaragaman reptil Indonesia yang belum tergali dan perlu perlindungan lebih serius.

Spesies Dibamus oetamai memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dari spesies lain dalam genus yang sama. Ukuran tubuhnya bisa mencapai panjang hingga 145,7 mm dari moncong hingga ke bagian bawah tubuh (vent). Sisik kepalanya menunjukkan pola yang unik tanpa adanya sutur rostral medial dan lateral, serta bagian frontal pada kepalanya lebih besar dibandingkan frontonasal. Selain itu, warna tubuh kadal ini dihiasi oleh dua hingga tiga pita terang yang membuatnya mudah dikenali dari dekat.

Habitat alami Dibamus oetamai sangat terbatas, yaitu di hutan hujan muson di Pulau Buton dengan ketinggian kurang dari 400 meter di atas permukaan laut. Kondisi ini menjadikan spesies ini sangat rentan terhadap gangguan lingkungan, terutama akibat deforestasi dan perubahan habitat yang terjadi di wilayah tersebut. Dengan sebaran yang sangat terbatas dan endemis, kelangsungan hidup Dibamus oetamai sangat bergantung pada kelestarian habitatnya.

Karena itu, perlindungan kawasan hutan di Pulau Buton, terutama Kawasan Lindung Hutan Lambusango, menjadi sangat penting. Kawasan ini berperan sebagai tempat tinggal yang aman bagi Dibamus oetamai dan berbagai spesies endemik lainnya. Upaya konservasi dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan harus menjadi prioritas agar spesies unik ini tidak punah sebelum dunia benar-benar mengenalnya.

Penemuan Dibamus oetamai tidak hanya menambah daftar kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia, tetapi juga menjadi pengingat kuat akan pentingnya riset dan konservasi alam. Indonesia yang merupakan negara mega biodiversity memiliki potensi besar untuk terus menemukan spesies baru yang bisa memberikan nilai ilmiah dan ekologi tinggi. Setiap spesies yang ditemukan memperkuat pentingnya menjaga ekosistem alami agar tetap lestari untuk generasi mendatang.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved