Sumber foto: website

Tembak Siswa SMK Semarang, Polri Pecat Tak Hormat Aipda Robig

Tanggal: 10 Des 2024 06:43 wib.
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto, menyatakan bahwa Aipda Robig Zaenudin (38), anggota Satuan Resnarkoba Polrestabes Semarang, dijatuhi hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari dinas Polri setelah menjalani sidang Komite Kode Etik Polri (KKEP) di Mapolda Jateng, Kota Semarang, pada Senin (9/12/2024). Sidang berlangsung lebih dari 7 jam yang tertutup untuk awak media, dimulai sejak siang hari.

"Sidang KKEP memutuskan Aipda Robig diberhentikan dengan tidak hormat karena perbuatan tercela, yaitu menembak anak-anak yang menggunakan sepeda motor," ungkap Kombes Artanto di Lobi Mapolda Jateng, Kota Semarang, pada Senin malam usai sidang. Tindakan yang dilakukan oleh Robig dinilai tidak hanya tercela tetapi juga merusak citra institusi Polri.

Atas keputusan PTDH tersebut, Robig kemudian mengajukan banding dan masih ditahan di penempatan khusus di Polda Jateng. "Yang bersangkutan mengajukan banding kepada ketua sidang, diberikan waktu tiga hari kerja," tambahnya.

Dalam sidang tersebut, hadir pula perwakilan dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) serta kuasa hukum dari pihak Gamma, yakni Zainal Abidin Petir dan keluarganya.

Robig adalah pelaku penembakan terhadap 3 siswa SMKN4 Semarang yang terjadi pada Minggu (24/11/2024) dini hari. Salah satu korban dari insiden tersebut adalah Gamma Rizkynata Oktafandy (17) yang meninggal dunia.

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Propam Polda Jateng, Aipda Robig diduga melanggar Perkap nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Senjata Api. Propam juga menjeratnya dengan Pasal 13 ayat (1) PPRI nomor 1 Tahun 2003 dan Perpol nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Kepolisian.

Penembakan yang dilakukan oleh Aipda Robig terhadap siswa-siswa SMK Semarang telah menimbulkan dampak yang sangat tragis bagi keluarga korban dan juga masyarakat luas. Hal ini menjadi cambuk keras bagi Polri untuk benar-benar menegakkan hukum dan disiplin di internalnya.

Peristiwa ini juga menimbulkan kekhawatiran dan kecaman dari banyak pihak terkait dengan penggunaan kekerasan oleh aparat kepolisian. Hal ini memunculkan tuntutan untuk memberikan perlindungan yang lebih baik kepada masyarakat dari tindakan kekerasan yang tidak diinginkan, terutama terhadap anak-anak dan remaja.

Dari sisi hukum, kasus penembakan oleh aparat kepolisian juga menimbulkan pertanyaan tentang penggunaan senjata api dalam situasi tertentu. Bagaimana prosedur penggunaan senjata api oleh aparat kepolisian dalam menangani situasi darurat dan apakah ada protokol yang jelas dalam hal tersebut? Hal ini menunjukkan perlunya evaluasi dan penyempurnaan dalam penggunaan senjata api oleh aparat kepolisian agar tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan.

Diharapkan, dari kejadian ini, Polri dapat melakukan evaluasi menyeluruh terkait pelatihan dan peningkatan disiplin internal, terutama dalam penggunaan senjata api. Kejadian penembakan ini seharusnya menjadi momentum bagi kepolisian untuk meningkatkan prosedur serta pelatihan terkait penanganan situasi darurat yang lebih baik, sehingga dapat meminimalkan risiko terjadinya insiden serupa di masa depan. Hal ini juga akan membantu membangun kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.

Polri juga diharapkan dapat memberikan perlindungan dan keadilan bagi keluarga korban serta mengambil langkah-langkah konkret untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan. Selain itu, transparansi dalam penanganan kasus ini juga menjadi hal yang penting untuk meredakan kemarahan dan kekhawatiran masyarakat.

Kepercayaan masyarakat terhadap Polri merupakan aset bernilai tinggi yang harus dijaga dengan baik. Oleh karena itu, Polri perlu menunjukkan komitmen yang kuat untuk memberantas perilaku-perilaku yang merugikan dalam institusi kepolisian dan mengedepankan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat.

Kasus yang menimpa Aipda Robig ini juga dapat dijadikan sebagai contoh yang memperlihatkan pentingnya pelatihan dan pembinaan mental bagi personel kepolisian dalam menangani situasi sulit, agar tidak terjebak dalam tindakan yang tidak proporsional. Melalui pembinaan mental yang baik, diharapkan aparat kepolisian dapat menjaga empati dan kontrol diri, serta mampu mengambil keputusan yang bijak dalam menyikapi situasi yang menekan.

Dalam penegakan hukum, kesetaraan dan keadilan harus menjadi prinsip utama yang dijunjung tinggi. Semua pihak, termasuk aparat kepolisian, harus tunduk pada hukum dan tidak boleh memiliki hak istimewa dalam hal penegakan hukum. Hal ini akan membangun kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian dan meminimalkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.

Kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian merupakan fondasi yang penting dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Oleh karena itu, peristiwa yang menimpa Aipda Robig ini memberikan pelajaran berharga bagi Polri untuk melakukan evaluasi menyeluruh terkait peningkatan disiplin dan penegakan hukum di internalnya, sehingga institusi kepolisian dapat tetap menjadi penegak hukum yang terpercaya serta memberikan perlindungan yang adil bagi masyarakat. Hal ini juga akan membantu membangun kepercayaan masyarakat dan meningkatkan citra positif Polri di mata publik.

Situasi ini juga menjadi panggilan bagi pihak terkait, terutama Polri, untuk melakukan langkah-langkah yang konkrit guna mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan. Perlunya komitmen yang kuat dari Polri dalam memberantas perilaku yang merugikan dalam institusi kepolisian serta memberikan pelayanan dan perlindungan yang baik kepada masyarakat juga perlu ditekankan.

Terakhir, masyarakat juga diminta untuk terus mengawasi dan memantau kinerja institusi kepolisian, serta memberikan masukan dan kritik yang membangun guna meningkatkan kualitas kinerja institusi kepolisian. Masyarakat yang turut serta dalam pengawasan institusi kepolisian akan membantu memastikan terciptanya penegakan hukum yang adil dan berkualitas untuk kepentingan bersama.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved