Sumber foto: Google

Tarif Pajak Kendaraan Naik, Beban Baru atau Langkah Bijak?

Tanggal: 10 Mei 2025 11:49 wib.
Tampang.com | Pemerintah resmi memberlakukan tarif baru untuk pajak kendaraan bermotor mulai Mei 2025. Kebijakan ini diumumkan sebagai bagian dari reformasi fiskal daerah dan upaya mengendalikan jumlah kendaraan di kota-kota besar. Namun, reaksi masyarakat beragam: sebagian menganggap ini sebagai beban tambahan, sementara yang lain melihatnya sebagai upaya rasional untuk mengurai kemacetan dan meningkatkan pendapatan daerah.

Kenaikan Bervariasi Berdasarkan Jenis dan Kapasitas Mesin

Kenaikan tarif pajak tidak bersifat seragam. Kendaraan pribadi dengan kapasitas mesin di atas 1500 cc mengalami kenaikan tertinggi, sementara kendaraan ramah lingkungan seperti mobil listrik mendapat insentif dan pembebasan sebagian pajak.

“Ini untuk mendorong masyarakat beralih ke kendaraan yang lebih ramah lingkungan,” ujar Direktur Pendapatan Daerah dari Kemendagri, Riko Nurdin.

Namun, banyak pemilik kendaraan roda dua dan mobil kecil mengeluhkan bahwa meskipun tarif untuk mereka tidak setinggi kendaraan mewah, tetap saja menambah beban rutin tahunan.

Protes Muncul di Daerah, Terutama Kelas Menengah Bawah

Di berbagai daerah, terutama luar Jakarta, warga mengeluhkan bahwa kenaikan ini tidak mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat.

“Gaji tidak naik, tapi pajak kendaraan naik. Padahal motor ini alat kerja sehari-hari,” kata Asmari, ojek daring di Medan.

Banyak pengemudi ojek online dan sopir angkot menyebut kenaikan pajak ini membuat biaya operasional bertambah, sementara pendapatan mereka belum pulih sepenuhnya pascapandemi.

Kebijakan yang Dinilai Minim Sosialisasi

Sejumlah pengamat menyoroti bahwa kebijakan ini terkesan tergesa dan minim sosialisasi. Banyak masyarakat baru menyadari tarif baru saat hendak membayar pajak di Samsat.

“Ketika kebijakan fiskal menyentuh langsung kantong rakyat, maka komunikasi publik harus maksimal. Jangan membuat rakyat merasa dikejutkan,” ujar Lestari Wijaya, analis kebijakan publik dari Pusat Reformasi Fiskal.

Potensi Penerimaan Daerah Naik, Tapi Risiko Pembangkangan Pajak Juga Ada

Kementerian Dalam Negeri memperkirakan bahwa kenaikan tarif ini dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) hingga 20% dalam setahun. Namun, risiko meningkatnya pembangkangan pajak juga tak bisa diabaikan, terutama jika masyarakat merasa tidak mendapatkan manfaat nyata dari pajak yang dibayar.

“Kalau jalan tetap rusak dan macet tetap parah, rakyat akan makin apatis,” kata Lestari.

Solusi: Transparansi dan Peningkatan Layanan Publik

Para pengamat menyarankan agar pemerintah daerah wajib mengaitkan langsung hasil pungutan pajak dengan perbaikan layanan publik. Misalnya, perbaikan jalan, pengurangan macet, atau subsidi transportasi umum.

“Rakyat bisa diajak mendukung kebijakan asalkan mereka melihat hasil konkret. Pajak jangan hanya jadi beban, tapi juga manfaat,” tegas Riko.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved