Tarif Pajak Hiburan Naik Jadi 40–75 Persen, Siapa yang Paling Terdampak?
Tanggal: 10 Mei 2025 17:34 wib.
Tampang.com | Pemerintah resmi memberlakukan tarif pajak hiburan baru mulai 2025, sesuai amanat Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (UU HKPD). Pajak untuk jasa hiburan seperti karaoke, diskotik, klub malam, dan bar kini ditetapkan minimal 40% dan bisa naik hingga 75%. Sementara bioskop dan pertunjukan budaya mendapat pengecualian. Kebijakan ini menuai respons keras dari pelaku usaha dan masyarakat.
Alasan Pemerintah: Pajak untuk Keadilan Fiskal
Menteri Keuangan menyebutkan bahwa kenaikan ini bertujuan menyesuaikan struktur pajak daerah agar lebih adil dan memberi ruang fiskal lebih luas bagi pemerintah daerah. Sektor hiburan malam dianggap sebagai usaha dengan margin tinggi dan potensi pajak besar.
Namun, narasi “keadilan fiskal” ini diragukan oleh pelaku usaha kecil dan menengah di sektor hiburan.
Pelaku Usaha Protes: Pajak Terlalu Memberatkan
Banyak pengusaha karaoke keluarga, bar kecil, dan tempat hiburan menengah merasa kebijakan ini tidak mempertimbangkan kondisi mereka pasca-pandemi.
“Kami baru bangkit setelah COVID-19, sekarang dibebani pajak sampai 75%. Ini bukan hanya tidak adil, tapi mematikan,” ujar Roynald, pemilik bar di Bandung.
Harga Tiket dan Layanan Diprediksi Naik
Konsumen akan ikut menanggung dampaknya. Kenaikan tarif pajak hampir dipastikan akan diikuti oleh kenaikan harga tiket, makanan, dan minuman di tempat hiburan.
“Kalau karaoke keluarga jadi mahal, kami lebih pilih nongkrong di rumah,” kata Tika, warga Bekasi.
Kondisi ini dikhawatirkan menurunkan daya beli dan justru menurunkan penerimaan pajak itu sendiri.
Ancaman Lesunya Industri Kreatif Lokal
Selain tempat hiburan malam, tempat hiburan kecil yang mendukung musisi lokal, stand up comedy, dan pertunjukan seni bisa ikut terkena imbas jika diklasifikasikan sebagai hiburan berbayar dengan tarif tinggi.
“Industri kreatif lokal bisa mati kalau tempat-tempat ini tutup. Pajak ini tidak sensitif terhadap ekosistem budaya,” kritik Arya Permadi, aktivis seni pertunjukan.
Perlu Klasifikasi dan Pengecualian yang Jelas
Pengamat fiskal menilai pemerintah perlu menyusun klasifikasi jasa hiburan dengan lebih cermat dan transparan. Tidak semua tempat hiburan memiliki profit besar atau melayani segmen elit.
“Kalau semua disamaratakan, maka dampaknya tidak adil. Harus dibedakan antara bar eksklusif dan tempat hiburan rakyat,” ujar Deni Arif, analis kebijakan publik dari UI.