Sumber foto: Google

Tambang Dikuasai Asing, Rakyat Lokal Masih Sengsara! Siapa yang Diuntungkan?

Tanggal: 13 Mei 2025 22:28 wib.
Tampang.com | Investasi asing di sektor tambang Indonesia, terutama nikel dan batu bara, terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Namun ironi justru terlihat jelas di daerah penghasil: infrastruktur minim, kualitas pendidikan rendah, dan angka kemiskinan tetap tinggi. Pertanyaannya, siapa sebenarnya yang menikmati hasil kekayaan alam Indonesia?

Data Pertumbuhan Tak Selaras dengan Kesejahteraan Lokal
Menurut data BKPM, investasi asing di sektor pertambangan mencapai lebih dari Rp120 triliun pada 2024. Sebagian besar diarahkan ke Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, dan Maluku Utara—daerah kaya akan sumber daya mineral.

Namun, laporan BPS menunjukkan bahwa daerah-daerah tersebut masih mencatatkan tingkat kemiskinan di atas rata-rata nasional. Bahkan akses terhadap air bersih dan layanan kesehatan dasar pun masih menjadi masalah.

“Kami hanya lihat truk tambang lalu-lalang, tapi jalanan rusak dan anak-anak kami tetap susah sekolah,” ungkap Edi Suparman, warga Konawe Utara.

Pemerintah Dinilai Gagal Memastikan Keadilan Ekonomi
Pakar ekonomi pembangunan menilai bahwa negara belum berhasil mengarahkan investasi tambang untuk menjadi katalis pertumbuhan inklusif di daerah.

“Royalti besar masuk ke pusat, tapi daerah hanya dapat sisa. Desentralisasi fiskal belum dijalankan secara adil dalam sektor tambang,” kata Prof. Indira Wicaksana, ekonom dari UGM.

Sistem bagi hasil yang tidak transparan dan pengawasan yang lemah atas penggunaan dana kompensasi juga menjadi penyebab utama stagnasi kesejahteraan lokal.

Kerusakan Lingkungan Tanpa Imbal Balik yang Setimpal
Masalah lain yang mencolok adalah dampak lingkungan yang ditanggung masyarakat setempat. Sungai tercemar, lahan pertanian rusak, dan konflik sosial meningkat akibat sengketa lahan.

“Kalau rakyat cuma dapat polusi, ini bukan pembangunan, tapi penjajahan gaya baru,” kata Indira dengan tegas.

Solusi: Perkuat Peran Pemda dan Transparansi Dana
Untuk mengatasi ketimpangan ini, para ahli mendorong pemerintah pusat memberi ruang lebih besar kepada pemda dalam mengelola hasil tambang di wilayahnya. Selain itu, diperlukan sistem transparansi berbasis digital untuk mengawasi alokasi dan penggunaan dana CSR, royalti, dan kompensasi lingkungan.

“Tanpa reformasi tata kelola tambang, investasi hanya akan memperkaya segelintir elite dan meninggalkan luka sosial bagi masyarakat lokal,” tambah Indira.

Warga Minta Perubahan, Bukan Janji Lagi
Masyarakat di daerah penghasil tambang tidak menolak investasi, tapi menuntut keadilan distribusi. Mereka ingin hasil bumi tidak hanya memperkaya neraca negara, tapi juga membawa perubahan nyata dalam hidup mereka.

“Kami butuh rumah sakit, sekolah layak, bukan hanya janji dari investor dan pejabat yang datang sesaat,” ujar Edi.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved