Tagar #IndonesiaGelap Sedang Ramai Di media Sosial , Dipicu Krisis Gas, PHK dan Isu Danantara
Tanggal: 24 Jul 2025 09:55 wib.
Pada bulan Februari lalu, tagar #IndonesiaGelap menjadi viral di media sosial, berawal dari penjelasan pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi. Ia menjabarkan bahwa fenomena ini dipicu oleh krisis kelangkaan gas elpiji (LPG) bersubsidi yang terjadi baru-baru ini. Krisis ini tidak hanya menciptakan antrean panjang untuk mendapatkan gas melon berukuran 3 kilogram, tetapi juga memicu reaksi yang cukup besar dari masyarakat.
Kondisi ini mengundang perhatian publik, terutama kalangan ibu rumah tangga yang harus menghadapi kesulitan mendapatkan pasokan gas tersebut. Mahasiswa pun turun ke jalan, sembari netizen berbondong-bondong menyuarakan kegundahan mereka melalui platform media sosial, terutama di X (yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter). Berbagai sindiran pun muncul, mencerminkan simbol-simbol negara yang tampak absen saat rakyat dihadapkan pada kesulitan seperti ini.
“Tagar Indonesia Gelap muncul dengan cara yang sangat organik, dengan pemicu awal kelangkaan gas. Ini menciptakan situasi kuat yang melahirkan tagar baru yang dilambangkan dengan warna gelap dan simbol Garuda. Tagar ini mencerminkan keraguan dan kebingungan yang dirasakan masyarakat,” ungkap Fahmi dalam sebuah podcast di Youtube yang dipandu oleh Prof Rhenald Kasali dengan tema 'Benang Kusut Korupsi Pertamina, Danantara Aman?'. Tagar tersebut bukan sekadar tren semu di ruang digital, melainkan representasi dari akumulasi perasaan frustrasi mendalam masyarakat, kekecewaan terhadap situasi yang tidak kunjung membaik, dan pandangan bahwa kebijakan pemerintah kerap tidak berpihak pada masyarakat kecil.
Keberadaan tagar ini menciptakan simbol persatuan di antara berbagai isu yang tengah dihadapi, menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kemampuan untuk merasakan dan mengekspresikan ketidakpuasan kolektif mereka dalam bentuk yang sederhana namun bermakna. “Cukup dengan satu tagar, Indonesia Gelap, maknanya sudah sangat kuat,” tambahnya.
Berkaitan dengan berbagai isu yang berperan munculnya #IndonesiaGelap, krisis LPG hanyalah satu faktor kecil. Berbagai masalah lain turut memperkuat narasi "Indonesia Gelap", termasuk kasus hukum yang menarik perhatian publik seperti konflik terkait Pagar Laut dan PIK 2, yang pada awalnya tidak mendapat sorotan tetapi meningkat seiring berjalannya waktu. Kontroversi di institusi kepolisian juga kian menambah beban frustrasi masyarakat, menciptakan akumulasi ketidakpuasan yang semakin sulit untuk dipendam.
Peneliti sosial, Fahmi, menceritakan bahwa perbandingan kondisi kini sangat kontras dengan saat pemilihan umum presiden tahun 2019, di mana tagar yang muncul umumnya berkaitan langsung dengan pilpres. Kini, kondisi sosial dan politik membuat satu tagar, yaitu Indonesia Gelap, menjadi signifikan dan lebih luas dalam tandanya—seolah menjadi lingua franca untuk semua isu yang mengganggu masyarakat.
Memasuki babak lebih lanjut, gelombang frustrasi publik akan situasi sosial dan ekonomi di Indonesia terus meluas, didorong oleh berbagai isu yang saling terkait. Misalnya, program bantuan makan gratis yang seharusnya memberi manfaat malah memicu peningkatan anggaran negara. Hal ini berkonsekuensi pada dipecatnya banyak karyawan, akibat strategi efisiensi dan rasionalisasi tenaga kerja, yang membuat banyak orang tua kesulitan membuat lempeng makanan bagi anak mereka.
Cerita-cerita menyentuh tentang kehilangan pekerjaan dan kesulitan memberi makan anak-anak membuat keprihatinan publik semakin mendalam. “Banyak sekali kisah kegelisahan masyarakat,” tegas Fahmi lagi. Situasi ini diperparah dengan adanya ketidakpastian tentang keamanan dan kepercayaan terhadap aparat penegak hukum. Muncul pula ketakutan di kalangan masyarakat mengenai sektor keuangan, misalnya terkait peluncuran Danantara pada Februari 2025 lalu yang mengundang perbincangan di media sosial.
“Orang-orang jadi panik. Istri saya bahkan bilang, ‘Sepertinya kita harus tarik semua uang kita dari Mandiri karena ada rumor jika Danantara diumumkan, uang kita bisa hilang.' Hoaks ini cepat sekali menyebar dan menciptakan ketakutan massal di tengah masyarakat,” tutur Fahmi. Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) memang bertugas untuk mengonsolidasikan aset pemerintah agar lebih efisien, tetapi ketika isu-isu seperti ini mengguncang kepercayaan publik, dampaknya bisa sangat jauh jangkauannya.
Prof Rhenald Kasali menambahkan, kemunculan tagar #IndonesiaGelap tidak lepas dari pengaruh algoritma media sosial yang mendorong orang untuk saling terhubung. “Masyarakat yang merasakan hal yang sama akan saling berbagi, berkomentar, dan berinteraksi. Inilah yang pada akhirnya membangun kekuatan dalam satu gerakan,” ungkapnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa di era digital saat ini, suara masyarakat dapat menyatu dengan cepat menjadi satu kesatuan, yang bahkan mampu menyoroti berbagai permasalahan sosial dan ekonomi yang dihadapi bangsa.