Surabaya-Bali 'Menggigil' Malam Hingga Pagi, BMKG Ungkap Sebabnya
Tanggal: 15 Jul 2024 21:07 wib.
Warga Kota Surabaya, Jawa Timur, hingga Bali merasakan hawa dingin di malam hingga pagi hari. Fenomena ini disebut terkait dengan bediding, yang merupakan keadaan cuaca dingin pada musim kemarau. Salah satu warga Nginden, Surabaya, Ade Resty, mengatakan bahwa Surabaya terasa sejuk meski sudah siang hari. Hal ini berbeda dari kondisi normal Surabaya yang cenderung panas.
Di sisi lain, warga Tambaksari, Surabaya, Andhi Dwi, juga merasakan keadaan yang lebih nyaman dengan cuaca Surabaya belakangan ini. Mereka tidak merasa gerah dan panas seperti biasanya. Hal yang sama juga terjadi di Bali. Data dari empat stasiun pengamatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Bali pada 1 hingga 10 Juli mencatat suhu udara minimum terendah, seperti pada 3 Juli dengan suhu 24,9 derajat Celsius di Stasiun Meteorologi Ngurah Rai.
Pada 7 dan 9 Juli, catatan suhu mencapai 19 derajat Celsius di Pos Pengamatan Karangasem, dan pada 6 Juli di Stasiun BMKG Negara, Bali, suhu mencapai 21,4 derajat Celsius. Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah III Denpasar, I Nyoman Gede Wiryajaya, menjelaskan bahwa catatan suhu minimum di wilayah itu masih dalam batas normal. Fenomena ini dianggap sebagai kondisi normal dan tidak berbahaya.
Ketua Tim Meteorologi BMKG Juanda, Jatim, Shanas Prayuda, menyebut bahwa fenomena bediding, yakni suhu dingin pada malam hingga pagi hari, biasanya terjadi saat puncak musim kemarau di bulan Juli-Agustus. Hal ini disebabkan oleh angin dominan dari arah timur yang membawa massa udara dingin dan kering dari Australia ke Indonesia. Faktor kondisi langit yang cenderung cerah tanpa awan turut menyebabkan radiasi Matahari yang diterima Bumi lebih besar, sehingga suhu udara meningkat drastis di siang hari.
Selain itu, posisi semu tahunan Matahari berada di titik balik utara, yakni 23,5 derajat lintang utara, menyebabkan belahan Bumi utara mengalami musim panas, sementara Pulau Bali terletak di sebelah selatan khatulistiwa. Hal ini membuat Pulau Dewata mengalami defisit sinar Matahari. Angin monsun Australia, musim dingin Australia, serta sel-sel tekanan tinggi yang terbentuk di Benua Australia juga turut mempengaruhi kondisi cuaca di wilayah Bali.
Berdasarkan penjelasan tersebut, terlihat bahwa fenomena ini terjadi karena kumpulan faktor yang mempengaruhi kondisi cuaca di kedua wilayah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa suhu udara yang lebih dingin dari biasanya merupakan sebuah kondisi alamiah yang normal tiap tahunnya, dan tidak perlu dikhawatirkan.