Strategi Baru Tingkatkan Kompetensi Pegawai di Era Revolusi Industri 5.0
Tanggal: 1 Sep 2025 14:29 wib.
Pemanfaatan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) kini semakin dianggap sebagai salah satu kunci penting dalam mengoptimalkan penerapan Individual Development Plan (IDP) di perusahaan. IDP sendiri merupakan sebuah strategi pengembangan karyawan yang berfokus pada jalur pembelajaran personal, relevan, serta diarahkan untuk menghasilkan dampak nyata bagi peningkatan kompetensi. Dengan dukungan AI, IDP diyakini dapat dijalankan secara lebih efektif dan terukur, sehingga bukan hanya memberi manfaat bagi individu, tetapi juga memperkuat daya saing perusahaan di tengah perubahan cepat dunia kerja.
Founder & Managing Director Tjitra Consulting, Dr. Phil Hora Widjaja Tjitra, menegaskan bahwa teknologi AI dapat merancang jalur belajar yang lebih tepat sasaran, terutama untuk menyiapkan calon pemimpin di masa depan. Menurutnya, banyak perusahaan selama ini kesulitan memberikan program pengembangan yang sesuai kebutuhan setiap pegawai karena keterbatasan sumber daya maupun data yang terkelola dengan baik. Namun, dengan adanya AI, jalur pembelajaran bisa dirancang secara personal, lebih relevan dengan kompetensi yang ingin dituju, sekaligus mendukung percepatan pengembangan SDM yang lebih terarah. Hal ini disampaikannya dalam acara Sharing Session FHCI Connect Expert Series 2 di Plaza Pupuk Kaltim, Jakarta.
Lebih lanjut ia menjelaskan, AI dapat diaplikasikan pada berbagai program pengembangan SDM, mulai dari pelatihan kepemimpinan, mentoring, pembelajaran daring, peer coaching, hingga manajemen kinerja. Misalnya, dalam program kepemimpinan, AI mampu memetakan kebutuhan kompetensi calon pemimpin lalu menyusun jalur pembelajaran yang sesuai. Pada sistem mentoring, AI dapat membantu menyesuaikan pendekatan mentor terhadap kebutuhan belajar tiap individu sehingga interaksi menjadi lebih efektif. Di sisi lain, untuk pembelajaran daring, AI dapat merekomendasikan materi digital yang paling relevan dan aplikatif. Bahkan dalam konteks peer coaching, AI bisa memperkuat proses belajar kolektif dengan memberikan referensi tambahan yang mempermudah kolaborasi antarpegawai. Sedangkan pada manajemen kinerja, AI berperan penting dalam menganalisis capaian kerja, memetakan kekuatan serta area yang masih perlu dikembangkan, sehingga langkah tindak lanjut dapat lebih tepat sasaran.
Namun demikian, Dr. Phil juga mengingatkan bahwa pemanfaatan AI dalam IDP bukan berarti menyingkirkan peran manusia sepenuhnya. Menurutnya, AI memiliki dua sisi: potensi besar sekaligus keterbatasan yang harus dipahami. Oleh sebab itu, perusahaan dituntut untuk tetap menjaga pola pikir kritis, memiliki kesadaran penuh akan kelemahan teknologi ini, serta menggunakan AI dengan penuh tanggung jawab.
Sejalan dengan itu, SVP HC Information and Technology PT Danantara Asset Management (Persero), Jemmy Maruto, menambahkan bahwa agar Indonesia benar-benar siap menghadapi Revolusi Industri 5.0, ada tiga fase yang perlu dilalui. Pertama adalah foundation, yakni mempersiapkan data dengan kualitas yang baik, akurat, dan andal. Fase kedua adalah adopsi AI yang menuntut perusahaan untuk mulai mengintegrasikan kecerdasan buatan dalam berbagai aspek pengelolaan SDM. Fase terakhir adalah penyatuan antara human intelligence dengan artificial intelligence, sehingga keduanya dapat saling melengkapi dan tidak saling menggantikan. Menurut Jemmy, hanya dengan sinergi keduanya perusahaan bisa melangkah menuju transformasi SDM yang berkelanjutan.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur SDM dan Umum PT Pupuk Indonesia (Persero), Tina T. Kemala Intan, menegaskan bahwa penerapan IDP di lingkungan Pupuk Indonesia diarahkan sepenuhnya untuk mendorong peningkatan kompetensi pegawai sesuai dengan kondisi kinerja mereka masing-masing. Ia menjelaskan, pegawai yang sudah menunjukkan kinerja baik tetapi kompetensinya belum lengkap harus difasilitasi melalui jalur pengembangan yang lebih intensif. Sebaliknya, pegawai dengan kompetensi tinggi tetapi kinerjanya masih lemah biasanya memerlukan pendekatan berupa konseling. Sedangkan mereka yang sudah memiliki kompetensi lengkap namun kinerjanya stagnan, perlu diberikan dorongan melalui program IDP yang lebih menantang agar tetap berkembang.
Tina juga mengungkapkan bahwa di Pupuk Indonesia, IDP dibagi menjadi tiga aspek utama, yaitu leadership competency, behavior competency, dan technical competency. Perusahaan bahkan telah menyusun kamus kompetensi yang berlaku untuk seluruh grup Pupuk Indonesia, yang saat ini mencakup 56 kompetensi teknis. Hal ini membuktikan bahwa IDP tidak hanya berhenti pada konsep, tetapi benar-benar dijalankan secara sistematis dan berorientasi pada hasil nyata.
Dari beragam pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa integrasi antara AI dan IDP bukanlah sekadar tren, melainkan kebutuhan mendesak bagi perusahaan yang ingin bertahan di era digital. Dengan AI, jalur pengembangan karyawan menjadi lebih personal, adaptif, dan berfokus pada hasil, sementara IDP memastikan proses itu berjalan secara terstruktur dan konsisten. Perpaduan keduanya membuka jalan bagi lahirnya SDM unggul yang mampu bersaing, tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga global, seiring dengan hadirnya Revolusi Industri 5.0 yang semakin dekat.