Skandal Dugaan Korupsi dalam Tata Kelola Minyak Pertamina: Kerugian Negara Mencapai Rp 193,7 Triliun
Tanggal: 25 Feb 2025 20:06 wib.
Kejaksaan Agung RI baru-baru ini mengungkap kabar mencengangkan terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding, serta pihak-pihak yang terlibat dalam Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) antara tahun 2018 hingga 2023. Menurut hasil penyelidikan, kerugian negara akibat praktik koruptif ini diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun. Dalam penjelasannya, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menyampaikan bahwa beberapa perbuatan melawan hukum telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 193,7 triliun. Hal ini diungkapkan dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Kejaksaan Agung di Jakarta, pada Senin malam (24/2) yang lalu, sebagaimana dilaporkan oleh media Antara.
Sumber kerugian tersebut diduga berasal dari beberapa aktivitas yang melibatkan ekspor minyak mentah domestik, impor melalui broker, serta penyaluran bahan bakar minyak (BBM) dengan cara yang tidak transparan. Selain itu, terdapat isu terkait pemberian kompensasi dan subsidi yang dinilai tidak tepat sasaran. Sejak 2018, undang-undang mengharuskan PT Pertamina untuk memprioritaskan pasokan minyak mentah dari dalam negeri sebelum melakukan impor. Aturan ini tercantum dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 yang menjelaskan perlunya mengutamakan minyak bumi lokal.
Namun, sejumlah pejabat di Pertamina sepertinya telah melakukan rekayasa yang melibatkan penurunan produksi kilang yang tidak perlu. Praktik ini mengakibatkan tidak terserapnya produksi minyak domestik, yang seharusnya dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, malah berujung pada impor. Riset menunjukkan bahwa ketika produksi kilang semestinya ditingkatkan, minyak mentah yang diproduksi oleh KKKS malah ditolak karena alasan yang tidak jelas, seperti spesifikasi yang dinilai tidak sesuai dan dianggap tidak ekonomis. Untuk memenuhi kebutuhan BBM domestik, PT Kilang Pertamina Internasional terpaksa mengandalkan impor minyak mentah, yang kemudian diikuti oleh pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga. “Terdapat perbedaan yang signifikan antara harga beli impor dan harga produksi minyak bumi dalam negeri. Selisih harga ini menunjukkan adanya potensi penyalahgunaan wewenang,” ujarnya.
Lebih jauh, dijelaskan bahwa ada dugaan rekayasa dalam pengadaan minyak oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan PT Pertamina Patra Niaga. Tiga tersangka dalam kasus ini, yaitu RS, SDS, dan AP, diduga memenangkan vendor dalam pengadaan pencarian minyak secara ilegal. Terdapat juga komunikasi antara DW dan GRJ dengan AP untuk mendapatkan harga yang dirasakan terlalu tinggi sebelum memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan. Proses persetujuan untuk impor minyak mentah dipegang oleh SDS, sementara produk kilang ditandatangani oleh RS.
Akibat dari praktik korup ini, harga dasar untuk penetapan harga indeks pasar (HIP) BBM mengalami lonjakan yang tajam. Hip menjadi dasar untuk penentuan kompensasi dan subsidi BBM yang diberikan setiap tahun melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan perhitungan awal para penyidik, kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun, meskipun nilai akhir masih dalam tahap peninjauan bersama tim ahli yang berpengalaman. Sebagai tambahan, Kejagung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus ini, termasuk RS yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; SDS, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; serta sejumlah pejabat serta pemilik perusahaan lain yang terhubung dalam skandal ini.
Para tersangka dijerat dengan berbagai pasal dalam undang-undang yang mengatur tindak pidana korupsi, dan akan menghadapi tuduhan serius di pengadilan. Kasus ini menjadi perhatian publik tidak hanya karena besarnya nilai kerugian negara, tetapi juga karena dampak luas yang dirasakan oleh masyarakat terkait kestabilan pasokan BBM dan harga energi di Indonesia.