Siswa Belajar di Ruangan Bekas WC, Kadisdik Kabupaten Kampar Merasa Malu
Tanggal: 14 Jun 2024 18:20 wib.
Dalam kabar yang telah viral, Dinas Pendidikan Kabupaten Kampar memanggil Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Sekolah SDN 002 Desa Tanjung, Kecamatan Koto Kampar Hulu terkait dengan kegiatan pembelajaran siswa yang dilaksanakan di dalam ruangan bekas WC. Plt Kepala SDN 002, Apriwardi mengungkapkan bahwa dirinya dipanggil oleh Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kampar, Aidil, pada hari Senin yang lalu, tanggal 10 Juni 2024. Apriwardi mengakui bahwa dalam pertemuan tersebut, ia mendapat teguran langsung dari kepala dinas terkait dengan beredarnya foto-foto siswa yang sedang belajar di ruangan bekas WC.
“Dia bilang kenapa berita macam itu, malu saya sebagai kadis, saya jawab memang faktanya seperti itu pak,” ujar Apriwardi pada hari Rabu terkait masalah ini. Apriwardi menyatakan bahwa keadaan tersebut bukanlah dibuat-buat, melainkan merupakan kenyataan yang sedang dihadapi, yakni karena ruangan yang ada di sekolah tersebut tidak mampu menampung jumlah murid yang ada.
Lebih lanjut, Apriwardi menjelaskan bahwa SDN 002 hanya memiliki sembilan ruangan yang harus digunakan untuk menampung 223 orang siswa. Kondisi ini menimbulkan permasalahan tersendiri karena ruangan yang terbatas, sehingga guru dan siswa terpaksa menggunakan ruangan bekas WC sebagai tempat pembelajaran.
Apriwardi juga menegaskan bahwa pihak sekolah sudah melakukan upaya dengan mengajukan proposal pembangunan ruangan baru kepada Kepala Disdik Kabupaten Kampar sebanyak dua kali. Namun, hingga saat ini, proposal tersebut masih belum juga terealisasi. Ketidakmampuan sekolah dalam menampung jumlah siswa dengan keterbatasan ruangan menjadi kendala utama dalam proses pembelajaran yang memadai.
Sistem pendidikan Indonesia sebenarnya memiliki permasalahan yang cukup kompleks terkait pendanaan dan ketersediaan fasilitas. Hal ini juga tercermin dari kondisi sekolah-sekolah di daerah pedesaan, seperti di Kabupaten Kampar, yang seringkali mengalami keterbatasan fasilitas dan ruang kelas. Selain itu, rendahnya alokasi dana untuk pembangunan infrastruktur sekolah juga menjadi faktor utama yang menyebabkan kondisi seperti ini.
Memang, belajar di ruangan bekas WC adalah sebuah bentuk ironi dari sistem pendidikan yang seharusnya memberikan lingkungan belajar yang layak bagi setiap siswa. Dalam hal ini, perlunya perhatian serius dari pemerintah, baik pusat maupun daerah untuk merespons dan menangani permasalahan infrastruktur pendidikan dengan lebih efektif.