SETARA Institute Rilis 10 Kota dengan Indeks Toleransi Terendah 2024
Tanggal: 28 Mei 2025 20:17 wib.
Tampang.com | Laporan terbaru dari SETARA Institute kembali menjadi sorotan publik, mengungkap daftar 10 kota dengan skor Indeks Kota Toleran (IKT) terendah berdasarkan pengamatan sepanjang tahun 2024. Namun, ada fakta menarik di balik rendahnya skor ini: bukan semata-mata disebabkan oleh maraknya peristiwa intoleransi atau hal-hal negatif lainnya yang mencolok.
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, menjelaskan bahwa rendahnya skor tersebut juga diakibatkan oleh ketiadaan fokus dan inovasi yang memadai terhadap pemajuan toleransi di kota-kota tersebut. Ini berbeda dengan kota-kota lain yang telah menunjukkan inisiatif dan terobosan signifikan dalam upaya membangun toleransi.
Berikut adalah daftar 10 kota dengan skor IKT terendah selama tahun 2024, yang menunjukkan tantangan serius dalam menciptakan lingkungan yang inklusif:
Kota Parepare, Sulawesi Selatan, skor 3,945.
Kota Cilegon, Banten, skor 3,994.
Kota Lhokseumawe, Aceh, skor 4,140.
Kota Banda Aceh, skor 4,202.
Pekanbaru, Riau, skor 4,320.
Bandar Lampung, skor 4,357.
Makassar, Sulawesi Selatan, skor 4,363.
Ternate, Maluku Utara, skor 4,370.
Kota Sabang, Aceh, skor 4,377.
Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, skor 4,381.
Halili Hasan juga menyoroti bahwa dari tahun ke tahun, komposisi 10 kota dengan indeks toleransi terendah tidak banyak mengalami perubahan signifikan. Konsistensi ini mengindikasikan adanya pola dan tantangan struktural yang perlu diatasi secara lebih serius oleh pemerintah daerah terkait.
Sebagai contoh, kota Pagar Alam dan Sabang, yang pada tahun 2023 juga menempati peringkat rendah (81 dan 85 dari total 94 kota yang diteliti), menunjukkan kasus menarik. Di kedua kota ini, tidak ditemukan adanya kebijakan yang diskriminatif atau peristiwa intoleran yang menonjol.
Namun, meskipun minimnya insiden intoleransi, ekosistem toleransi di dua kota ini belum benar-benar terbukti matang. Ini berarti bahwa toleransi belum menjadi bagian integral dari visi pembangunan atau kebijakan promotif yang secara aktif didorong oleh pemerintah kota.
Halili menjelaskan lebih lanjut, bahwa ketiadaan semangat pemajuan toleransi terlihat dari kurangnya visi toleransi dalam rencana pembangunan, absennya kebijakan promotif toleransi yang kuat, serta kinerja pemerintah yang belum menunjukkan inisiatif nyata dalam menggerakkan masyarakat menuju toleransi yang lebih baik.
Sementara itu, stagnansi kebijakan dan kurangnya keinginan untuk menjadi lebih toleran juga menjadi faktor utama yang membuat beberapa kota lain menempati peringkat bawah. Kota-kota seperti Cilegon, Banda Aceh, Pekanbaru, dan Lhokseumawe, berdasarkan pantauan SETARA Institute, belum menghadirkan inovasi berarti, baik dalam bentuk program maupun kebijakan, untuk memajukan toleransi.
“Meskipun terus diupayakan dan sudah lama memiliki ruang-ruang komunikasi dialogis yang baik antaragama dan etnis, tetapi nyatanya terhambat oleh kebijakan pemerintah kota,” kata Halili, menggarisbawahi bahwa dialog saja tidak cukup tanpa dukungan kebijakan yang memadai dari pemerintah daerah.
Dalam penilaian Indeks Kota Toleran tahun 2024 ini, SETARA Institute menggunakan delapan indikator kunci yang komprehensif. Indikator-indikator ini mencakup Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), kebijakan pemerintah kota, peristiwa intoleransi, dinamika masyarakat sipil, pernyataan publik pemerintah kota, tindakan nyata pemerintah kota, heterogenitas agama, dan inklusi sosial keagamaan.
Halili juga menjelaskan bahwa penelitian Indeks Kota Toleran ini didasarkan pada sejumlah data yang diperoleh dari berbagai sumber resmi. Ini termasuk dokumen resmi pemerintah, data dari Badan Pusat Statistik (BPS), data Komnas Perempuan, data internal SETARA Institute, serta referensi dari media terpilih untuk mendapatkan gambaran yang holistik.
Selain itu, pengumpulan data juga dilakukan melalui kuesioner self-assessment yang disebarkan kepada seluruh pemerintah kota yang menjadi objek penelitian. Total ada 94 kota yang menjadi objek kajian dari 98 kota di seluruh Indonesia, dengan empat kota administrasi di DKI Jakarta digabungkan penilaiannya menjadi satu, yaitu kota DKI Jakarta.