Sertifikasi Halal Wajib Berlaku Oktober 2024, UMKM Siap atau Justru Terbebani?
Tanggal: 9 Mei 2025 20:48 wib.
Tampang.com | Mulai 17 Oktober 2024, pemerintah secara resmi mewajibkan sertifikasi halal untuk seluruh produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia. Kebijakan ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Meskipun bertujuan meningkatkan kepercayaan konsumen dan memperkuat ekosistem produk halal, kebijakan ini justru memicu kekhawatiran di kalangan pelaku UMKM, terutama yang berada di daerah.
Biaya dan Prosedur Jadi Tantangan Utama
Bagi UMKM skala kecil, sertifikasi halal bukan hanya soal teknis bahan atau proses, tetapi juga soal biaya, birokrasi, dan keterbatasan informasi. Meskipun pemerintah telah mengumumkan bahwa pelaku UMKM bisa mengajukan sertifikasi halal secara gratis lewat program fasilitasi, masih banyak yang belum tahu cara mengaksesnya.
“Pendaftaran online saja kami kesulitan, belum lagi dokumen dan audit dari pendamping halal. Banyak yang bingung mulai dari mana,” ujar Nurul, pemilik usaha makanan ringan di Tasikmalaya.
Menurut data Kementerian Koperasi dan UMKM, dari lebih dari 64 juta UMKM di Indonesia, baru sekitar 10% yang produknya tersertifikasi halal secara resmi. Ini menunjukkan adanya kesenjangan kesiapan antara kebijakan dan realitas lapangan.
Potensi Diskriminasi Pasar Jika Tidak Segera Diatasi
Tanpa sertifikat halal, pelaku UMKM bisa kehilangan akses ke pasar formal seperti ritel modern, e-commerce besar, bahkan pameran pemerintah. Ini berpotensi menimbulkan diskriminasi pasar dan memperlebar jurang antara usaha mikro dan pelaku bisnis besar yang lebih siap dan berdaya.
“Regulasi ini niatnya baik, tapi implementasinya harus inklusif. Jangan sampai UMKM yang belum melek digital malah tersingkir,” kata Bhima Yudhistira, ekonom dari CELIOS.
Pemerintah Diminta Tidak Hanya Regulatif, Tapi Juga Solutif
Kritik datang dari berbagai pihak yang menilai bahwa pemerintah seharusnya tidak hanya mewajibkan, tetapi juga memperluas edukasi dan pendampingan teknis secara langsung. Peran dinas daerah dan lembaga pendamping halal perlu diperkuat untuk menjangkau UMKM di pelosok.
BPJPH menyatakan tengah bekerja sama dengan lebih banyak Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) serta memperluas jaringan pendamping halal bersertifikat.
“Kami ingin semua pelaku usaha merasa terbantu, bukan terbebani. Sosialisasi dan pelatihan akan terus digencarkan hingga Oktober nanti,” ujar Aqil Irham, Kepala BPJPH.
Momentum Bangun Branding Produk Lokal Halal
Di sisi lain, kebijakan ini sebenarnya bisa menjadi peluang untuk membangun kepercayaan dan memperluas pasar produk UMKM, baik di dalam negeri maupun ekspor. Dengan branding halal yang jelas, produk lokal Indonesia bisa bersaing di pasar global yang menuntut jaminan keamanan dan kehalalan.
Namun peluang ini hanya akan tercapai jika UMKM didukung dengan pendampingan nyata dan akses yang merata, bukan sekadar regulasi di atas kertas.