Seluruh Penerbangan di Lombok Dibatalkan Akibat Gunung Lewotobi Meletus, Warga Gunakan Jalur Laut
Tanggal: 14 Nov 2024 18:30 wib.
Letusan Gunung Lewotobi Laki-Laki di Kabupaten Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) telah berdampak luas terhadap sektor penerbangan. Semua rute penerbangan dari dan menuju Bandara Lombok terdampak akibat aktivitas vulkanik ini. Hal ini membuat terganggunya mobilitas wisatawan maupun penduduk lokal yang hendak bepergian.
Humas Bandara Lombok, Arif Haryanto, menyatakan bahwa tidak ada aktivitas penerbangan yang berlangsung di Bandara Lombok akibat letusan Gunung Lewotobi. Sebanyak 30 penerbangan dari berbagai maskapai penerbangan telah dibatalkan. Selain itu, beberapa rute penerbangan lainnya masih mengalami keterlambatan atau kemungkinan dibatalkan seiring dengan arah semburan abu vulkanik yang masih bergerak ke arah barat.
Dampak dari pembatalan penerbangan ini mencakup sekitar 6.000 penumpang, berdasarkan jumlah penumpang harian sebelumnya di Bandara Lombok baik yang datang maupun yang berangkat. Situasi ini menuntut solusi alternatif untuk mobilitas masyarakat dan wisatawan yang terdampak.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah merespons dengan mengerahkan 73 kapal untuk membantu mobilitas penumpang dari Labuan Bajo. Hingga kini, jumlah penumpang yang terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki yang telah diangkut menggunakan kapal mencapai 1.668 orang. Penerbangan udara di daerah tersebut belum sepenuhnya pulih, sehingga mobilitas masyarakat masih sangat bergantung pada kapal-kapal perbantuan dari Labuan Bajo.
Berdasarkan data dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Bandara Kelas III Labuan Bajo, sejak 10 November hingga 12 November pukul 08.00 WITA, 73 kapal perbantuan telah dikerahkan dan telah mengangkut 1.668 orang untuk transportasi keluar dari Labuan Bajo. Kementerian Perhubungan juga memberikan instruksi kepada masyarakat untuk menggunakan alternatif mobilitas jalur laut setelah ditutupnya sejumlah bandara di wilayah tersebut.
Alternatif mobilitas jalur laut dianggap sebagai solusi untuk memfasilitasi mobilitas masyarakat yang terdampak. Masyarakat diimbau untuk memanfaatkan kapal perbantuan terlebih dahulu menuju NTB dan Bali, kemudian melanjutkan perjalanan dengan mengambil penerbangan melalui dua lokasi tersebut.
Dalam situasi ini, penting untuk terus mengawasi perkembangan aktivitas gunung, sekaligus memastikan bahwa solusi mobilitas yang diberikan dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat secara efektif. Dalam hal ini, kerja sama antara pemerintah, maskapai penerbangan, dan otoritas terkait sangat diperlukan untuk mengelola dampak dari letusan gunung secara efisien dan bertanggung jawab. Dengan demikian, warga yang terdampak dapat merasakan kesejahteraan serta mendapatkan layanan mobilitas yang memadai selama kondisi darurat ini.