RUU Penyiaran: Investigasi Dibatasi, Karena Kebenaran Kadang Bikin Gatal
Tanggal: 1 Mei 2025 11:18 wib.
Tampang.com | DPR kembali bikin gebrakan. Kali ini bukan soal anggaran atau bansos, tapi RUU Penyiaran yang katanya demi "penataan informasi", namun malah tercium bau pembatasan investigasi. Sejumlah jurnalis mulai gelisah, netizen mulai siaga, dan publik mulai… bertanya-tanya: apa yang sebenarnya ingin disembunyikan?
Investigasi Diatur, Bukan Dilarang (Tapi Agak Dihambat Sedikit…)
RUU ini katanya hanya ingin “mengatur ulang ekosistem penyiaran nasional.” Tapi bagian yang mengganjal para jurnalis adalah pasal-pasal yang membatasi liputan investigatif—jenis liputan yang biasa membongkar korupsi, mafia proyek, atau asal-usul anggaran misterius.
“Kami tidak melarang, hanya mengatur,”
kata seorang anggota DPR sambil mengatur cara bicara agar tidak memicu pertanyaan lebih lanjut.
Kenapa Harus Dibatasi? Karena Kebenaran Sering Tak Nyaman
Di era di mana clickbait lebih cepat viral daripada data akurat, mungkin kebenaran dianggap kurang menjual atau terlalu berisik. Investigasi panjang dan mendalam bisa mengganggu kenyamanan—terutama kenyamanan mereka yang punya banyak hal untuk disembunyikan.
“Kalau semua diungkap, jadi nggak seru dong. Biarkan publik berimajinasi,”
ujar narasumber anonim yang mendadak sulit dihubungi setelah wawancara.
Wartawan Disarankan Fokus Review Kuliner Saja
Dengan aturan baru ini, jurnalis diimbau untuk lebih mengeksplorasi konten ramah politik, seperti:
Review nasi goreng di kantin DPR
Podcast nostalgia masa kecil anggota dewan
Konten “Wakil Rakyat of The Month” yang bebas dari kritik
Satire Terlarang? Kritis = Pahit?
RUU Penyiaran ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Indonesia akan bergerak mundur ke zaman di mana pertanyaan kritis dianggap pelanggaran, dan investigasi mendalam dianggap tindakan subversif. Tapi tenang, selama semua diam, semua bisa tetap terlihat aman.