RUU Kecerdasan Buatan Dipertanyakan, Lindungi Rakyat atau Hambat Inovasi?
Tanggal: 12 Mei 2025 22:23 wib.
Tampang.com | Pemerintah bersama DPR tengah menyusun Rancangan Undang-Undang Kecerdasan Buatan (RUU AI), sebuah langkah hukum penting dalam menghadapi era disrupsi teknologi. Namun, sejak draf awalnya bocor ke publik, muncul banyak kritik: terlalu longgar dalam perlindungan hak, tapi terlalu ketat dalam pembatasan inovasi.
Kritik datang dari berbagai kalangan, mulai dari akademisi, pengusaha rintisan (startup), hingga organisasi sipil yang khawatir jika RUU ini justru menciptakan iklim ketidakpastian hukum.
Apa yang Diatur dalam RUU AI?
Berdasarkan draf yang beredar, RUU AI mencakup ketentuan tentang:
Tanggung jawab pengembang dan pengguna AI
Perlindungan data pribadi dan non-diskriminasi algoritma
Pembentukan lembaga pengawas AI
Sanksi atas pelanggaran etika penggunaan AI
Namun belum ada kepastian tentang bagaimana penilaian risiko teknologi akan dilakukan, atau seberapa jauh intervensi negara bisa diterapkan terhadap platform dan inovator lokal.
Regulasi atau Represi?
“Kami mendukung regulasi AI, tapi jangan sampai membunuh kreativitas dan perkembangan startup yang masih bertumbuh,” ujar Anindya Permatasari, CTO sebuah perusahaan teknologi edukasi.
Menurutnya, jika aturan terlalu ketat dan tak akomodatif, pengembang lokal bisa kalah bersaing dengan perusahaan global yang lebih siap dan fleksibel.
Di sisi lain, aktivis hak digital mengingatkan bahaya lain jika AI dibiarkan tanpa kendali: “Kita bisa menghadapi diskriminasi sistemik, pelanggaran privasi, dan penyalahgunaan data jika tak ada regulasi yang kuat,” kata Damar Putra, dari Digital Rights Watch Indonesia.
Solusi: Keseimbangan Etika dan Inovasi
Para pengamat menyarankan agar:
RUU disusun transparan dan melibatkan partisipasi publik
Regulasi berbasis risiko, bukan sekadar pelarangan
Dukungan teknis dan insentif bagi startup untuk memenuhi standar etika
Lembaga pengawas harus independen dan profesional
Regulasi Bukan Penghambat, Jika Tepat Sasaran
Kecerdasan buatan adalah alat, bukan ancaman. Tapi tanpa aturan main yang bijak, AI bisa jadi pisau bermata dua. RUU AI seharusnya hadir bukan untuk membatasi, tapi mengarahkan: melindungi masyarakat sekaligus memupuk ekosistem inovasi yang berkelanjutan.