Riset: Kandungan BPA pada Makanan Kaleng Jauh Lebih Tinggi Dibanding Galon Air Minum

Tanggal: 18 Agu 2025 08:25 wib.
Sebuah riset di Amerika Serikat dan Kanada yang dipublikasikan di Pubmed.gov mengungkap temuan menarik terkait paparan Bisphenol A (BPA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan BPA pada makanan kaleng jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang terdapat pada galon guna ulang berbahan polikarbonat (PC) untuk wadah air minum.

Dokter Spesialis Gizi Klinik dr. Karin Wiradarma, M.Gizi, Sp.GK, AIFO-K, FINEM, menjelaskan bahwa studi tersebut memeriksa kandungan BPA di berbagai jenis makanan, baik segar, beku, maupun kaleng. Hasilnya, BPA ditemukan pada 73 persen makanan kaleng dan bahkan pada 7 persen makanan segar serta beku. Temuan ini memperkuat fakta bahwa makanan kaleng merupakan sumber utama paparan BPA pada manusia.

Riset mendapati bahwa 60–70 persen produk kaleng, termasuk merek-merek besar, mengandung BPA. Konsentrasi BPA pada sampel makanan kaleng di AS mencapai hingga 730 nanogram/gram (ng/g), sedangkan survei di Kanada mencatat rata-rata tuna kaleng memiliki 137 ng/g dan bahkan dapat mencapai 534 ng/g. Angka ini jauh melampaui migrasi BPA dari galon PC yang hanya berkisar 0,128–0,145 ng/g.

Kondisi ini menunjukkan bahwa sumber paparan BPA terbesar justru berasal dari makanan kaleng, bukan galon air minum. Padahal di Indonesia, narasi publik yang beredar selama beberapa tahun terakhir cenderung menyoroti galon sebagai sumber utama BPA, sementara fakta riset internasional justru menempatkan makanan kaleng sebagai kontributor dominan.

BPA dapat larut ke dalam makanan ketika kemasan dipanaskan atau disimpan dalam waktu lama. Hal ini diperkuat oleh studi Harvard School of Public Health (2011) yang menemukan bahwa konsumsi sup kaleng selama lima hari berturut-turut mampu meningkatkan kadar BPA dalam urin hingga 1.000 persen.

Guru Besar Keamanan Pangan & Gizi IPB, Ahmad Sulaeman, juga menegaskan bahwa kandungan BPA dalam kemasan kaleng lebih mengkhawatirkan. Makanan kaleng umumnya memiliki masa simpan panjang, baik di gudang, toko, maupun rumah konsumen, sehingga waktu kontak antara makanan dan lapisan epoksi yang mengandung BPA menjadi lebih lama.

Di Indonesia, BPOM melalui Peraturan Nomor 20 Tahun 2019 telah menetapkan ambang batas BPA pada kemasan pangan, termasuk kaleng, sebesar 0,6 bpj (600 mikrogram/kg). Meski demikian, temuan riset ini mengingatkan bahwa paparan BPA dari makanan kaleng adalah isu nyata yang perlu mendapatkan perhatian lebih besar, seiring dengan edukasi publik untuk lebih bijak mengonsumsi produk tersebut.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved