RI Tak Lagi Impor Beras, Swasembada Pangan di Depan Mata?

Tanggal: 28 Mei 2025 11:38 wib.
Tampang.com | Pemerintah Indonesia mengambil langkah berani dengan memastikan bahwa negara ini tidak akan lagi melakukan impor beras, jagung, dan gula pada periode 2025-2026. Kebijakan ini diambil di tengah melimpahnya pasokan dari berbagai komoditas tersebut di dalam negeri. Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, yang akrab dipanggil Zulhas, saat menghadiri acara pelepasan program Jelajah Daulat Pangan di Jakarta pada tanggal 27 Mei 2025.

Zulhas menegaskan bahwa alasan utama di balik keputusan untuk menghentikan impor adalah musim panen yang berlimpah, khususnya pada komoditas jagung. Ia menyebutkan bahwa harga jagung di beberapa daerah masih di bawah Rp5.500 per kilogram, dan pemerintah tengah berupaya untuk menjaga agar harga tersebut tetap stabil di tingkat petani. Proyeksi ketersediaan jagung hingga akhir tahun diperkirakan mencapai 20,48 juta ton, sementara kebutuhan hanya sekitar 14,85 juta ton, sehingga ada surplus yang cukup signifikan.

Beralih ke komoditas beras, Zulhas menyatakan bahwa kondisi pasokan saat ini di dalam negeri sangat memadai. Indonesia telah mengamankan sebanyak 3,9 juta ton beras pada Mei 2025, menjadikan negara ini siap untuk menghentikan impor beras, yang sebelumnya pada tahun lalu terpaksa harus mengimpor sebanyak 3,8 juta ton.

Lebih lanjut, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menambahkan bahwa stok beras yang ada di Bulog telah mencapai 3,5 juta ton pada awal Mei 2025. Ini merupakan jumlah tertinggi yang pernah tercatat selama hampir enam dekade keberadaan Bulog. Ia memperkirakan bahwa dalam waktu 15 hingga 20 hari ke depan, stok beras dapat mencapai 4 juta ton.

Keputusan untuk menghentikan impor beras, jagung, dan gula ini juga mendapatkan dukungan dari Presiden Prabowo Subianto, sebagai langkah strategis untuk mencapai target swasembada pangan pada tahun 2026-2027. Hal ini menimbulkan harapan bahwa Indonesia bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan utamanya, dengan catatan bahwa keberlanjutan dari kondisi ini sangat penting.

Pengamat pertanian dari Center of Reform on Economic (Core) Indonesia, Eliza Mardian, menyatakan bahwa Indonesia sebenarnya telah memenuhi kriteria swasembada pangan, mengingat sekitar 90% kebutuhan pangan masih dipenuhi oleh hasil pertanian dalam negeri. Namun, ia menekankan pentingnya keberlanjutan dalam produksi pertanian agar tidak terganggu oleh faktor eksternal, seperti perubahan iklim.

Eliza juga menyoroti perlunya pemerintah untuk mendorong pengembangan varietas tanaman yang lebih produktif dan tahan terhadap perubahan iklim, serta meningkatkan infrastruktur pendukung seperti irigasi. Hal ini penting agar produksi tetap terjaga dan kesejahteraan petani meningkat melalui program pendampingan dan penyuluhan.

Di sisi lain, Kementerian Keuangan mencatat bahwa penerimaan bea masuk mengalami penurunan sebesar 1,9% pada bulan April 2025 akibat berkurangnya impor pangan, terutama dari beras, jagung, dan gula. Namun, penurunan ini dianggap sebagai sinyal positif yang menunjukkan ketahanan pasokan pangan dalam negeri. Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, berpendapat bahwa penghapusan impor justru menjadi indikator keberhasilan swasembada pangan.

Menteri Pertanian, Andi Amran, juga menyampaikan saat ini stok beras di Bulog telah mencapai angka yang memuaskan, mencerminkan ketahanan pangan nasional yang semakin kuat. Menurut Badan Pusat Statistik, produksi beras pada paruh pertama tahun 2025 diperkirakan mencapai 18,76 juta ton, yang merupakan peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, produksi jagung juga mengalami lonjakan yang mengesankan.

Keberhasilan mencapai swasembada pangan ini tentu saja merupakan hasil dari berbagai strategi nasional seperti peningkatan produksi dalam negeri dan dukungan langsung kepada petani, yang menunjukkan kemajuan signifikan dalam sektor pertanian Indonesia.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved