Putusan MK soal Sekolah Swasta Gratis: Legislator PDIP Prediksi Ada Sekolah Enggan Digratiskan
Tanggal: 29 Mei 2025 22:59 wib.
Jakarta, Tampang.com – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXIII/2025 yang mengabulkan gugatan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) terkait Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas, yang pada intinya mewajibkan pendidikan dasar di sekolah swasta juga gratis, menuai respons beragam. Wakil Ketua Komisi X DPR dari PDIP, MY Esti Wijayanti, memprediksi bahwa tidak semua sekolah swasta akan bersedia untuk digratiskan, terutama sekolah-sekolah yang mengedepankan kualitas pendidikan bonafide.
"Kita harus objektif. Ada sekolah swasta yang memang memiliki segmen pasar khusus dan menjalankan misi pendidikan yang lebih kompleks, termasuk dengan tenaga pengajar yang lebih mahal dan fasilitas yang menunjang mutu tinggi,” ujar Esti Wijayanti dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (28/5/2025).
Mendesak Klasifikasi Sekolah Swasta
Esti mendesak pemerintah untuk segera menyusun klasifikasi sekolah swasta yang akan menjadi sasaran penerapan kebijakan pendidikan dasar gratis ini. Klasifikasi ini, menurut Esti, sangat penting agar kebijakan dapat diterapkan secara tepat sasaran dan sesuai dengan kondisi masing-masing satuan pendidikan.
Politikus PDI-P itu menilai bahwa tidak semua sekolah swasta bisa diperlakukan sama dalam penerapan pendidikan gratis. Oleh karena itu, perlu ada klasifikasi berdasarkan orientasi dan segmen pasar sekolah swasta, hingga standar kualitas layanan pendidikannya. “Jadi perlu ada pemahaman dan kebebasan untuk sekolah-sekolah swasta mandiri. Karena pasti ada sekolah yang tidak bersedia sebab dengan kemandiriannya, mereka mampu menghadirkan harapan sekolah berkualitas,” kata Esti.
Pendidikan Dasar Gratis sebagai Amanat Konstitusi
Kendati demikian, Esti tetap mengingatkan bahwa pendidikan dasar gratis adalah amanat konstitusi dan harus menjadi prioritas kebijakan negara. "Negara memang berkewajiban hadir, terutama bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu yang terpaksa mengakses pendidikan swasta akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri," pungkasnya.
Latar Belakang Putusan MK
Gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas dilayangkan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Dalam putusannya, MK berpandangan bahwa frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas yang hanya berlaku terhadap sekolah negeri, menimbulkan kesenjangan akses pendidikan dasar bagi peserta didik yang terpaksa bersekolah di sekolah dasar swasta akibat keterbatasan kuota di sekolah negeri.
Sebagai ilustrasi, Hakim MK Enny Nurbaningsih dalam pertimbangan hukumnya menyebutkan, "pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung sebanyak 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa."
Menurut MK, negara memiliki kewajiban untuk memastikan tidak adanya peserta didik yang terhambat dalam memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar. Oleh karena itu, frasa "tanpa memungut biaya" harus dimaknai berlaku untuk pendidikan dasar, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) maupun masyarakat (swasta), sesuai dengan Pasal 31 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.
Enny menambahkan, negara harus memastikan anggaran pendidikan dialokasikan secara efektif dan adil, termasuk bagi masyarakat yang menghadapi keterbatasan akses ke sekolah negeri. Negara wajib menyediakan kebijakan afirmatif berupa subsidi atau bantuan biaya pendidikan bagi masyarakat yang bersekolah di sekolah swasta.
"Berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas menurut Mahkamah, dalil para Pemohon yang mempersoalkan konstitusionalitas frasa ‘wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya’ dalam norma Pasal 34 ayat (2) UU 20/2003, yang menurut para Pemohon menimbulkan multitafsir dan diskriminasi karena hanya berlaku untuk sekolah/madrasah negeri adalah beralasan menurut hukum," pungkas Enny.
Putusan MK ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang dapat mengakomodasi amanat konstitusi sekaligus menjaga keberagaman dan kualitas pendidikan di sekolah swasta.