Sumber foto: Google

Program Tapera 2024 Jadi Sorotan, Bantu Miliki Rumah atau Justru Menambah Potongan Gaji?

Tanggal: 10 Mei 2025 12:09 wib.
Tampang.com | Pemerintah kembali menggulirkan kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang mewajibkan pekerja menyisihkan sebagian gajinya untuk ditabung guna kepemilikan rumah. Meski bertujuan mulia, kebijakan ini menuai pro dan kontra, terutama di tengah tekanan ekonomi masyarakat akibat inflasi dan kenaikan biaya hidup.

Tapera Diwajibkan, Potongan Gaji Pekerja Jadi Sorotan
Mulai pertengahan 2024, seluruh pekerja formal, termasuk swasta dan ASN, diwajibkan menyisihkan 3% dari gajinya untuk iuran Tapera. Potongan ini terdiri dari 2,5% dari pekerja dan 0,5% dari pemberi kerja.

“Tujuan Tapera adalah untuk membantu pekerja yang belum memiliki rumah agar bisa membeli atau membangun rumah layak huni secara bertahap,” ujar Nurul Fitri, juru bicara BP Tapera.

Namun bagi banyak pekerja, potongan ini justru menjadi beban tambahan. Banyak yang merasa tidak sanggup lagi menghadapi berbagai potongan, mulai dari BPJS, pajak penghasilan, sampai cicilan utang harian.

Manfaat Jangka Panjang vs Beban Harian
Kritik muncul dari pengamat kebijakan publik, yang menilai bahwa manfaat Tapera masih belum jelas bagi mayoritas pekerja, terutama mereka yang bekerja dengan gaji minimum.

“Jika orientasinya jangka panjang, tapi kebutuhan sehari-hari belum tercukupi, maka logikanya akan sulit diterima. Jangan sampai masyarakat hanya menjadi ‘penabung paksa’ tanpa hasil yang jelas,” kata Hermawan Taufik, analis kebijakan publik di Jakarta.

Minimnya Sosialisasi dan Transparansi Program
Salah satu masalah utama yang disoroti publik adalah kurangnya sosialisasi dan transparansi program ini. Banyak pekerja tidak memahami bagaimana dana mereka dikelola, siapa yang mendapat prioritas rumah, dan kapan hasilnya bisa dirasakan.

Beberapa kelompok buruh bahkan mempertimbangkan untuk menggugat kebijakan ini karena dinilai tidak adil dan memberatkan.

Solusi dan Harapan dari Kebijakan yang Ideal
Pemerintah perlu mengevaluasi ulang implementasi Tapera, bukan hanya dari sisi regulasi, tetapi juga komunikasi dan kepercayaan publik. Jika tidak dibarengi dengan peningkatan upah dan pengendalian biaya hidup, Tapera bisa berujung pada resistensi yang semakin meluas.

Kebijakan pro-rakyat harus terasa manfaatnya sejak awal, bukan sekadar wacana jangka panjang yang tak jelas hasilnya.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved