Program MBG Dongkrak Potensi Bisnis Pisang Ulin di Sulawesi Tenggara
Tanggal: 20 Agu 2025 13:17 wib.
Potensi bisnis pisang ulin yang juga dikenal sebagai pisang burung emas di Sulawesi Tenggara kini mengalami peningkatan signifikan berkat adanya Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Hal ini diungkapkan oleh Kepala Regional Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Sulawesi Tenggara, Rifani Agnes Eka Wahyuni, dalam sebuah gelar wicara di Jakarta pada Selasa (19/8).
Agnes menuturkan bahwa sebelum hadirnya program MBG, masyarakat di Sulawesi Tenggara umumnya hanya menanam dan mengonsumsi pisang ulin untuk kebutuhan pribadi. Buah khas daerah itu dibiarkan tumbuh secara alami tanpa perawatan intensif, sehingga jarang sekali dilirik sebagai komoditas bernilai ekonomi. Namun, sejak pisang ulin masuk sebagai salah satu menu buah dalam ompreng MBG, masyarakat mulai melihat peluang baru. “Komoditas ini yang tadinya hanya tumbuh liar dan dikonsumsi sendiri, sekarang mulai dirawat, dipupuk, dan dibersihkan agar kualitasnya lebih baik sehingga bisa masuk pasar,” kata Agnes.
Kebijakan BGN yang mendorong pemanfaatan pangan lokal dalam MBG terbukti memberi dampak berlapis. Tidak hanya mendukung kebutuhan gizi anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita non-PAUD, tetapi juga menumbuhkan kesadaran baru bagi masyarakat untuk mengembangkan hasil pertanian mereka sebagai sumber ekonomi. Pisang ulin, misalnya, kini mulai diperlakukan sebagai produk pertanian bernilai tinggi yang dapat memperkuat perekonomian lokal.
Selain itu, pelaksanaan SPPG di Sulawesi Tenggara juga mengusung prinsip keberlanjutan dengan mengutamakan gaya hidup bebas sampah atau zero waste. Menurut Agnes, setiap sisa makanan yang kembali dari ompreng anak-anak penerima manfaat tidak serta-merta dibuang begitu saja, melainkan dikumpulkan, ditimbang, dan dievaluasi kembali. Jika ada bahan makanan yang kurang diminati, maka akan diolah ulang agar tidak terbuang percuma. “Sampah makanan itu kami jadikan potensi baru. Misalnya di Kota Baubau, camat setempat membangun rumah maggot dan rumah kompos. Dari situ muncul pakan ternak sekaligus pupuk organik untuk pertanian,” jelasnya.
SPPG sendiri beroperasi 24 jam untuk memastikan dapur MBG berjalan lancar, mulai dari distribusi makanan hingga evaluasi menu harian. Evaluasi tersebut sangat penting karena variasi menu harus sesuai dengan kebutuhan gizi berbagai kelompok, termasuk anak-anak sekolah yang aktif, ibu hamil yang membutuhkan asupan tambahan, serta balita yang sedang tumbuh kembang.
Program MBG pun terbukti melampaui sekadar agenda kesehatan dan gizi. Ia telah menjadi motor penggerak ekonomi baru, terutama di daerah. Data Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat bahwa hingga pertengahan Agustus 2025 sudah berdiri 5.905 dapur MBG atau SPPG yang melayani sekitar 20,5 juta penerima manfaat. Menariknya, pendirian ribuan dapur itu dilakukan melalui kolaborasi dengan pengusaha lokal, organisasi masyarakat, serta lembaga swadaya masyarakat, tanpa membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Nilai investasi yang berhasil digerakkan masyarakat untuk infrastruktur dapur diperkirakan mencapai Rp12 triliun.
Dengan capaian itu, MBG tidak hanya memperbaiki kualitas gizi generasi muda, tetapi juga mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru berbasis pangan lokal. Pisang ulin, yang dulu hanya dipandang sebelah mata, kini menjelma menjadi simbol bagaimana sebuah program gizi dapat membuka pintu bagi transformasi ekonomi masyarakat daerah.