Program Makan Gratis Menghadapi Sejumlah Masalah Serius Mulai Dari Keracunan Makanan Dan Tunggakan Pembayaran Kepada Penyedia Makanan
Tanggal: 27 Apr 2025 17:55 wib.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan oleh pemerintah Indonesia untuk memberikan nutrisi bagi puluhan juta anak sekolah sedang menghadapi sejumlah masalah serius, termasuk kasus keracunan makanan yang baru-baru ini terjadi serta tunggakan pembayaran kepada penyedia makanan. Bencana ini mencuat setelah setidaknya 78 siswa dari dua sekolah menengah atas di Cianjur, Jawa Barat, mengalami keracunan setelah menyantap sajian dari program MBG di pekan ini. Untungnya, kebanyakan dari mereka yang sempat dilarikan ke rumah sakit kini telah dipulangkan.
Kasus keracunan di Cianjur merupakan yang terbaru dalam serangkaian insiden yang melibatkan keracunan makanan dalam pelaksanaan MBG di Tanah Air. Pihak berwenang menyatakan bahwa penyebab keracunan tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh kelalaian dalam tahap persiapan makanan. Untuk memastikan hal ini, sampel dari muntahan siswa telah dikirim untuk diuji di laboratorium, sementara polisi juga telah mulai melakukan pemeriksaan terhadap para individu yang terlibat dalam proses penyajian makanan, mulai dari juru masak hingga pengantar makanan.
Salah satu siswa berusia 16 tahun yang menjadi korban keracunan mengungkapkan kepada media bahwa suwiran ayam dalam makanan tersebut memiliki "bau yang tidak sedap". Ia merasakan kegalauan, mual, dan muntah setelah mengonsumsinya. Hal ini menunjukkan adanya masalah mendasar dalam kualitas makanan yang disajikan melalui program ini.
Program MBG bukanlah hal baru dalam konteks pendidikan dunia. Negara-negara lain telah meluncurkan inisiatif serupa yang terbukti memberikan dampak positif pada kesehatan, prestasi akademik, dan kehadiran siswa. Untuk mendukung pelaksanaan program ini, pemerintah Indonesia telah merancang anggaran sebesar Rp71 triliun pada 2025, yang diharapkan bisa meningkat menjadi Rp171 triliun. Namun, alokasi anggaran ini juga disertai dengan pengurangan dana untuk kementerian lainnya, yang berdampak pada beberapa pihak, termasuk kemungkinan pemecatan pegawai honorer.
Kondisi ini memicu kritik di berbagai daerah, dengan demonstrasi yang terjadi di Februari lalu mengangkat spanduk bertuliskan, "Anak-anak makan gratis, orang tua di-PHK," menyoroti dilema yang dihadapi oleh masyarakat. Janji program ini juga merupakan bagian dari komitmen Prabowo Subianto pada kampanye pemilihan presiden 2024 lalu, di mana tujuan utama adalah mengatasi masalah stunting yang menjangkiti satu dari lima anak di Indonesia di bawah usia lima tahun.
Prabowo menjanjikan bahwa melalui inisiatif ini, anak-anak Indonesia akan tumbuh dengan lebih baik. Sejak Januari 2025, MBG ditargetkan untuk menjangkau 550.000 siswa di 26 provinsi. Namun, pandangan kritis terhadap urgensi program ini muncul dari beberapa pihak. Maria Monica Wihardja, seorang peneliti, menegaskan bahwa tidak ada bukti yang jelas tentang perlunya makanan gratis di sekolah, mengingat survei nasional pada 2024 menunjukkan kurang dari 1% rumah tangga mengalami situasi tanpa makanan.
Rangkaian kasus keracunan makanan yang terjadi di berbagai daerah mulai menimbulkan kekhawatiran tentang pelaksanaan MBG. Misalnya, Michelle, seorang siswa di Nusa Tenggara Timur juga mengalami keracunan akibat makanan yang ia sebut "hambar dan basi". Hal ini menyebabkan beberapa orang tua memilih untuk menyiapkan makanan sendiri untuk anak-anak mereka, sebuah langkah yang mencerminkan ketidakpuasan terhadap kualitas makanan yang disediakan oleh program ini.
Menyusul insiden di Cianjur, pemerintah mengakui pentingnya peningkatan keamanan pangan dan kualitas layanan. Dadan Hindayana, kepala Badan Gizi Nasional, menegaskan pentingnya perencanaan yang matang sebelum program diluncurkan, sehingga kualitas makanan tidak terabaikan. Sementara itu, Eliza Mardian dari Center of Reform on Economics Indonesia juga menyoroti dugaan terdapatnya ketergesaan dalam pelaksanaan program yang bisa merugikan masyarakat.
Dalam hal pendanaan, walaupun Indonesia telah mengalokasikan anggaran besar untuk MBG, pemerintah masih memerlukan dukungan dari pihak lain. Untuk konteks dukungan finansial, India menghabiskan sekitar USD 1,5 miliar per tahun untuk memberi makan 120 juta anak, sementara Brasil juga mengeluarkan dana serupa untuk 40 juta siswa. Dalam menghadapi tantangan ini, Prabowo mengajak para pengusaha di Indonesia untuk berkontribusi dan juga menerima tawaran dukungan dari China.
Sebagai langkah untuk merealisasikan program ini, telah terjadi pemotongan anggaran di beberapa kementerian hingga sebesar Rp306 triliun, menimbulkan kontroversi di kalangan birokrat dan masyarakat. Pemotongan ini menyebabkan kementerian pendidikan menghadapi pemangkasan anggaran hingga 50%, memicu kemarahan di kalangan mahasiswa dan memunculkan isu-isu lain seperti pembatalan program beasiswa.
Di tengah berbagai tantangan tersebut, isu korupsi juga mengemuka. KPK mencatat adanya kemungkinan kasus penipuan terkait anggaran MBG pada bulan Maret 2025. Pada bulan April, polisi memulai penyelidikan terkait laporan dugaan penggelapan yang diajukan oleh mitra penyedia makanan di Jakarta Selatan. Penyedia ini mengklaim belum menerima pembayaran sejak Februari. Meski Prabowo berjanji untuk menangani tuduhan-tuduhan tersebut, banyak pihak memperingatkan bahwa keberadaan korupsi dalam program bantuan sosial berskala besar di Indonesia sudah menjadi sejarah yang suram.
Analis di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan bahwa besarnya anggaran yang dialokasikan untuk program ini justru membuka peluang bagi praktik korupsi, menjadikannya sebagai "tambang emas" bagi pejabat yang tidak bertanggung jawab. Masalah-masalah ini tentunya menciptakan tantangan besar bagi pelaksanaan MBG ke depannya, dan sektor pendidikan di Indonesia memerlukan lebih banyak perhatian serta pengawasan yang ketat agar penggunaan dana publik dapat dipertanggungjawabkan.