Sumber foto: iStock

Prabowo Subianto: Menjadi Tantangan Bersama untuk Melanjutkan Hilirisasi Tambang di Indonesia

Tanggal: 10 Okt 2024 05:34 wib.
Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam kunjungan terbarunya mengakui adanya banyak pihak yang pesimistis terhadap program hilirisasi industri pertambangan mineral logam seperti nikel yang telah digaungkan oleh pemerintah. Meskipun demikian, Prabowo tetap memastikan bahwa ambisi hilirisasi industri yang menjadi fokus Presiden Joko Widodo akan tetap dijalankan di masa pemerintahan berikutnya.

Dalam acara BNI Investor Daily Summit 2024, Prabowo menegaskan pentingnya hilirisasi dalam memajukan perekonomian Indonesia. Ia menyatakan bahwa selain swasembada pangan dan energi, hilirisasi juga menjadi kunci utama dalam kebangkitan ekonomi Indonesia. Prabowo juga memberikan penekanan terhadap pentingnya industrialisasi yang dapat dimaksimalkan melalui hilirisasi.

Indonesia dikenal memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, serta cadangan bauksit, tembaga, uranium, dan logam tanah jarang yang melimpah. Prabowo menegaskan komitmennya untuk melanjutkan program hilirisasi pertambangan mineral logam di Indonesia, meskipun upaya hilirisasi tersebut seringkali mendapat kritik. Menurutnya, ada pihak-pihak yang selalu pesimistis atau bahkan sengaja tidak mendukung upaya bangkitnya Indonesia.

Di kesempatan lain dalam BNI Investor Daily Summit 2024, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengakui bahwa sekitar 85% industri hilirisasi nikel di dalam negeri masih dikuasai oleh asing. Ketergantungan ini disebabkan oleh ketertarikan perbankan luar negeri dalam mendanai proyek hilirisasi nikel di Indonesia, dibandingkan dengan perbankan dalam negeri.

Menurut Bahlil, keterlibatan perbankan luar negeri dalam memberikan kredit memiliki sejumlah persyaratan, di antaranya adalah hasil transaksi harus dimasukkan ke dalam rekening bank yang memberikan pinjaman. Selain itu, hasil transaksi tersebut akan dipotong oleh utang pokok dan bunga yang mencapai 60% dari keuntungan, sehingga sebagian besar dana akan kembali ke bank luar negeri yang memberikan pinjaman kepada industri.

Bahlil juga menyoroti bahwa hanya sebagian kecil, yakni 30%, dari keuntungan tersebut yang tersisa di Indonesia untuk keperluan operasional, sedangkan 10% merupakan keuntungan bagi perusahaan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana cara agar lebih banyak dana dapat dikembalikan ke dalam negeri.

Dalam upayanya untuk meminimalisir ketergantungan terhadap perbankan luar negeri, Bahlil mengusulkan agar semua investasi terkait dengan hilirisasi industri pertambangan seluruhnya dibiayai oleh bank dalam negeri. Ia menekankan khususnya peran himpunan bank negara (Himbara) sebagai salah satu langkah penting untuk memastikan bahwa dana investasi tersebut kembali ke dalam negeri.

Permasalahan kontrol dan kepemilikan industri hilirisasi nikel yang masih didominasi oleh asing menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah Indonesia. Dalam rangka meningkatkan kontrol dan kepemilikan dalam industri tersebut, diperlukan kebijakan yang mampu memperkuat posisi industri dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada modal asing.

Indonesia sebagai negara dengan potensi sumber daya tambang yang melimpah, terutama nikel, harus mampu menempatkan diri sebagai pemain utama dalam industri hilirisasi nikel. Keterlibatan perbankan dan lembaga keuangan dalam negeri bisa menjadi penopang utama untuk memastikan bahwa investasi dalam hilirisasi industri pertambangan dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi perekonomian Indonesia.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved