Sumber foto: Kompas.com

Potret Miris Kehidupan Warga Tanah Tinggi, Tak Jauh dari Istana Negara

Tanggal: 30 Mar 2025 22:30 wib.
Tampang.com | Hanya berjarak sekitar empat kilometer dari kemegahan Istana Negara, Kelurahan Tanah Tinggi di Jakarta Pusat menyimpan kisah kehidupan yang jauh berbeda. Di balik hiruk-pikuk ibu kota, warga di daerah ini harus bertahan hidup di gang-gang sempit yang lebarnya hanya sekitar 50 hingga 100 sentimeter.

Di lingkungan yang padat, udara terasa lembab dan pengap. Setiap sudut rumah dipenuhi barang-barang karena tidak ada cukup ruang untuk menyimpannya. Namun, di tengah keterbatasan itu, warga tetap bertahan, menjalani hari dengan semangat dan saling mendukung satu sama lain.

Tidur Bergantian di Ruang Sempit

Keterbatasan ruang bukan hanya terasa di gang-gang sempit, tetapi juga di dalam rumah-rumah warga. Banyak keluarga yang harus berbagi tempat tidur secara bergantian karena rumah mereka terlalu kecil untuk menampung seluruh anggota keluarga dalam satu waktu.

Ady (41), salah satu warga Tanah Tinggi, tinggal bersama 15 anggota keluarganya dalam rumah berukuran hanya 5 x 6 meter. Karena ruang yang tidak mencukupi, ia memilih tidur di Pos RW 12 bersama sekitar 20 orang lainnya. Setiap pagi, sekitar pukul 04.00 WIB, ia kembali ke rumah untuk beristirahat saat istrinya mulai beraktivitas.

"Istri bangun, saya yang tidur. Istri paling bantu-bantu cuci baju, cuci piring. Anak nanti keluar main, baru saya bisa tidur," ujar Ady.

Pilihan yang Terbatas: Bertahan atau Pergi?

Indah (44), warga lainnya, juga mengalami nasib serupa. Ia dan suaminya ingin pindah ke tempat yang lebih layak, tetapi keterbatasan ekonomi menghalangi mereka. Sebagai tukang urut dan kuli bangunan lepas, penghasilan mereka tidak cukup untuk mencari tempat tinggal yang lebih luas.

"Planning pengin pindah ada, tapi duitnya belum ketemu rejekinya," ujar Indah pasrah.

Meski begitu, ia tetap bersyukur dan berusaha bertahan dengan apa yang dimiliki.

Berjuang di Tengah Keterbatasan Ekonomi

Kondisi ekonomi yang sulit menjadi penghambat utama bagi warga Tanah Tinggi untuk mendapatkan hunian yang lebih layak. Banyak di antara mereka bekerja serabutan sebagai tukang bangunan, pemulung, atau pengamen.

Robet, salah satu warga RW 12, harus mengamen keliling Jakarta hingga Tangerang untuk menghidupi istri dan anak-anaknya. Sebelumnya, ia bekerja sebagai petugas kebersihan taman di sebuah hotel, tetapi harus kehilangan pekerjaannya tiga tahun lalu.

"Sekarang pengin nyari kerja tetap, tapi kepentok di tato," ungkapnya dengan nada kecewa.

Hunian Layak Masih Jadi Impian

Ketua RW 12, Imron Buchori, mengungkapkan bahwa sekitar 700 keluarga tinggal di 300 rumah di wilayahnya. Bahkan, dalam satu rumah, bisa terdapat hingga tujuh keluarga yang tinggal bersama.

Pemerintah sebenarnya sudah berupaya menawarkan solusi, salah satunya dengan membangun rumah susun bagi warga Tanah Tinggi. Namun, hingga kini, kesepakatan belum tercapai karena masalah pembebasan lahan dan persetujuan warga.

"Pemerintah punya niat baik, tapi kesepakatan antarwarga masih jadi kendala utama," kata Imron.

Sementara solusi belum ditemukan, Pos RW 12 tetap menjadi tempat alternatif bagi warga yang tidak memiliki cukup ruang di rumah mereka.

Harapan untuk Masa Depan yang Lebih Baik

Di tengah keterbatasan dan kesulitan, warga Tanah Tinggi tetap berusaha mencari penghidupan yang lebih baik. Mereka berharap bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih stabil dan hunian yang lebih layak.

Bagi mereka, hidup di ruang sempit bukanlah pilihan, melainkan keadaan yang harus diterima. Namun, dengan semangat gotong royong dan tekad yang kuat, mereka terus berjuang untuk kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved